Jaket kuning disandang, kartu pers dikalungkan, mentalitas diteguhkan. Begitulah gambaran pagi hari seorang jurnalis mahasiswa untuk mengawal aksi di Senayan…
—
Sejak pukul 09.00, bus sewaan yang hendak mengantarkan ribuan mahasiswa UI menuju Aksi #TUNTASKANREFORMASI telah terparkir di titik kumpuI. Pukul 10.00, bus yang disiapkan telah penuh sesak oleh mahasiswa hingga tak ada lagi ruang karena harus berdiri. Tim liputan kami ikut di dalamnya.
Senandung perjuangan mulai digaungkan sesaat setelah bus meninggalkan titik kumpul di mana sivitas akademika yang lain melepas kami dengan suka cita. Nyanyian yang membangkitkan gemuruh di dalam dada tidak henti-hentinya keluar dari kerongkongan mahasiswa yang haus akan keadilan untuk rakyat dan negaranya.
Sesampainya di Senayan, senandung dari mahasiswa-mahasiswa lain yang ikut dalam Aksi #TUNTASKANREFORMASI semakin terdengar. Mahasiswa turun ke jalan menghadap petinggi-petinggi negeri untuk kemudian menuntut pertanggungjawaban.
Siang itu, bau hangus aspal di Jalan Gatot Subroto tercium ketika massa dari rombongan Universitas Indonesia membentuk barisan dengan tertib. Pagar yang terbuat dari gandengan tangan ribuan mahasiswa yang hadir dibentuk guna menjaga formasi barisan.
Para orator ulung dari berbagai kampus bersenjatakan megaphone menggelar aksi dengan meledak-ledak. Massa pun turut merespon orator dengan ramai dan meriah. Tim liputan kami kemudian membagi kelompok dan melepaskan diri dari barisan untuk memudahkan perburuan berita pada saat gelaran aksi.
Kami tiba di barisan depan dimana konferensi pers yang dipimpin oleh para Ketua BEM dan Presiden Mahasiswa diadakan. Manik Marganamahendra, Ketua BEM UI, menyuarakan orasi tentang bahaya yang mungkin timbul ketika palu sidang paripurna DPR RI dipukul. Rentetan Undang-undang dalam sidang itu dianggap bermasalah, diantaranya adalah revisi UU KPK, draft RKUHP, UU Sumber Daya Air, RUU Minerba dan Pertanahan, serta RUU PKS.
Barisan yang digawangi massa dari berbagai universitas mengibarkan bendera almamater masing-masing tepat di depan Gedung DPR/MPR. Di atas mobil komando mahasiswa, timbul tenggelam ombak orasi lanjutan yang menuntut agar pintu gerbang dibuka sehingga para wakil rakyat keluar dari persembunyiannya untuk melakukan dialog dengan mahasiswa. Selanjutnya, yang terdengar ialah ancaman-ancaman pembukaan gerbang secara paksa apabila tuntutan tidak dipenuhi.
Di sela orasi yang semakin menjadi, orator memimpin massa aksi untuk menyanyikan beberapa lagu nasional. Di tengah aksi, orator menegur salah satu massa yang melempar botol air minum ke arah aparat, “Mahasiswa mana sih? Kampungan banget!”. Peneguran inilah yang kemudian menjaga aksi agar tetap berjalan secara kondusif.
Demonstrasi dan penuntutan penuntasan reformasi dilanjutkan. “Wahai para mahasiswa, kita ini terpelajar! Jangan mudah terprovokasi!”, seru salah satu orator. Provokasi yang dimaksud oleh sang orator yaitu teriakan kata “revolusi” di tengah-tengah seruan kata “reformasi”. Seruan kata “revolusi” Ini dapat menggeser nilai-nilai awal tuntutan massa Aksi #TUNTASKANREFORMASI sendiri. Namun, kenyataan berkata lain. Seruan dari sang orator tidak digubris, justru teriakan “revolusi” semakin menggema. Pada akhirnya, orator pun ikut menggemakan teriakan “revolusi”…
“Wahai para mahasiswa, kita ini terpelajar! Jangan mudah terprovokasi!”
Salah satu orator aksi
Di antara tuntutan untuk revolusi dari mahasiswa, sederet aparat keluar dari mobil barikade polisi dengan riot gear dan tameng, mendorong massa untuk mundur dari gerbang DPR. Pada saat ini, kebanyakan rombongan mahasiswa, termasuk UI, dikomandokan untuk mundur. Meski begitu, terdapat sejumlah mahasiswa yang terpancing emosi dan maju menantang pihak polisi. Sebagian mahasiswa ini melempari barikade polisi dengan sampah yang berserakan di area aksi. Di barisan paling depan, terlihat beberapa mahasiswa berusaha meredam emosi massa dan tidak menyerang polisi. Polisi pun kemudian bubar ke belakang mobil barikade yang terletak di samping gerbang.
Usai bubarnya pasukan polisi, massa barisan terdepan seolah menemukan semangat baru. Sebagian mulai kembali menyerbu pagar. Di samping gerbang, belasan mahasiswa lain memanjati dan menggoyangkan pagar gedung. “Rubuhin! Rubuhin!” terdengar teriakan dari bagian belakang massa.
Dari bagian depan, sebagian justru meneriakkan “Awas hati-hati!” “Turun-turun!”, “Awas woi nanti rubuh!”. Sebagian terlihat meninggalkan pagar, sementara sisanya masih bergulat untuk merubuhkan. Pagar pun terlihat sudah rusak dan bergoyang-goyang.
Di titik ini, seluruh massa UI telah ditarik mundur oleh koordinator komando UI. Di sisi lain, eskalasi situasi makin terasa di barisan massa terdepan. Menanggapi tingginya ketegangan di antara massa, polisi pun menembakkan water cannon melalui gerbang.
Beberapa mahasiswa jatuh dan meninggalkan pagar; massa baris terdepan pun terpukul mundur. Di tengah terjangan tembakan water cannon, seorang mahasiswa tetap bertahan berpegangan pada gerbang. Mobil Korps Brigade Mobil di samping gerbang pun menyusul menembakkan air, yang dibalas oleh massa dengan menyerang mobil tersebut dengan bendera-bendera Merah Putih dan almamater.
Di sisi lain, kerusakan pada pagar di samping gerbang terlihat makin parah. Sejumlah mahasiswa terlihat saling bahu-membahu menarik banner yang digulung pada pagar. Bahkan, terdapat dua mahasiswa yang memanjat pagar dan mendorong tiang pagar yang hampir tumbang. Setelah ditembaki water cannon pun, kedua mahasiswa tersebut tetap bertahan mendorong pagar.
Tim peliput di belakang barisan menyaksikan tiga mobil komando baru berjalan di jalur busway dari arah Jalan Gatot Subroto. Mobil-mobil komando tersebut dipasang dengan banner-banner berwarna merah dengan tuntutan menolak RUU Ketenagakerjaan. Di belakangnya, terdapat sejumlah bendera merah bertuliskan Konfederasi KASBI, diikuti dengan sejumlah demonstran yang mengibarkan bendera-bendera berwarna merah berbintang kuning.
Wajah-wajah bingung tampak mewarnai kedatangan dan seruan dari mobil komando itu. Orator dari salah satu mobil menyerukan agenda utamanya, yakni mendukung kaum buruh dan tani dengan menolak RUU Ketenagakerjaan.
Mereka terlihat mencoba untuk membangun kembali semangat massa dengan menyerukan pemogokan umum apabila pemerintah mengesahkan RUU Ketenagakerjaan yang tidak pro-rakyat. “Mahasiswa tinggalkan kelasnya, buruh pabrik tinggalkan tempat kerjanya, petani tinggalkan sawah dan ladangnya kawan-kawan!” seru orator tersebut.
“PERSATUAN!”, teriak salah satu orator sepanjang jalan di tengah kerumunan massa. Di sekitar kami, hampir tidak ada massa yang mengikuti teriakan lantang mobil komando tersebut. Hanya sejumlah orang di sekeliling mobil komando itu yang mengikuti seruannya.
Di barisan depan, pagar gedung DPR berhasil dirusak. Lantas, terbuka celah yang cukup lebar untuk dimasuki beberapa orang sekaligus. Terdengar sorakan dari belakang barisan untuk memasuki pagar. Setelah sejenak keraguan, salah satu mahasiswa dengan berani memasuki halaman gedung DPR, diikuti beberapa mahasiswa lain. Aparat pun telah bersiap di dalam halaman; sederet tameng telah menunggu dan menghadang gelombang mahasiswa yang memasuki pagar.
Menanggapi kondisi tersebut, aparat pun memutuskan untuk mengerahkan senjata terakhirnya. Beberapa ledakan terdengar dari arah gedung DPR. Sejumlah granat gas air mata diluncurkan dari dalam halaman kepada massa. Massa terpukul mundur, saling membantu satu sama lain untuk melarikan diri dari area depan gerbang gedung DPR dengan memanjat pembatas Jalan Gatot Subroto dan Jalan Tol Lingkar Dalam Jakarta.
Bau pedas gas air mata tercium sepanjang Jalan Gatot Subroto hingga gedung TVRI. Orang-orang berlarian, berteriak histeris, mencari tempat tertutup yang tidak bisa ditembus gas. Beberapa mahasiswa mencoba memasuki gedung TVRI, yang kemudian dihadang oleh petugas keamanan. Sebagian besar merintih mencari air, mencoba mengatasi pedihnya gas air mata yang menyesakkan dada.
Menimbang sembilu gas air mata, tim peliput memutuskan untuk meninggalkan area aksi. Polisi mengerahkan seluruh tenaganya dengan mengirimkan pasukan untuk melakukan sweeping hingga daerah Palmerah, dan bahkan menembakkan gas air mata di dalam Gelora Bung Karno untuk mengusir mahasiswa dari sekitar Gedung DPR. Selama pengungsian, tim peliput sempat terpencar, sehingga kami terpaksa menghentikan peliputan untuk melakukan regrouping.
Epilog
Pengesahan sejumlah RUU di penghujung jabatan DPR yang terkesan tergesa-gesa berhasil membangkitkan gelora mahasiswa untuk membela hak rakyat. Seruan #KosongkanKelas dan #SenayanMemanggil telah menggerakan ribuan mahasiswa dengan berbagai warna almamater turun ke jalan, menuntut dan membela hak rakyat. Demokrasi yang sehat dapat terlihat dari antusiasme mahasiswa untuk turun ke jalan dan menunaikan ibadah demokrasi.
Seruan #KosongkanKelas dan #SenayanMemanggil telah menggerakan ribuan mahasiswa dengan berbagai warna almamater turun ke jalan, menuntut dan membela hak rakyat.
Sejatinya, mahasiswa turun ke jalan dengan satu tuntutan utama: tuntaskan reformasi. Namun, mahasiswa sebagai kaum terpelajar pun harus mewaspadai adanya penunggangan aksi oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki agenda berbeda. Penunggangan aksi oleh pihak lain bukan hanya dapat menghilangkan esensi dari tuntutan aksi, namun juga mendorong provokasi. Usai aksi, lantas perlu dipikir kembali, apakah mahasiswa sudah cukup terdidik untuk tetap berpikir dengan kepala dingin di tengah-tengah provokasi?
Usai aksi, lantas perlu dipikir kembali, apakah mahasiswa sudah cukup terdidik untuk tetap berpikir dengan kepala dingin di tengah-tengah provokasi?
—
Tim Lapangan: Emily Sakina Azra, Harnum Yulia Sari, Julio Trijaya, Rama Vandika, Fadhil Ramadhan, Miftah Rasheed Amir, Guntur Aryanto Putra, Maritza Ayu, Cecilia Arviana, Rani Widyan, Ilman Armansyah, Renadia Kusuma, Adela Pravita.
Editorial: Emily Sakina Azra, Harnum Yulia Sari, Julio Trijaya, Guntur Aryanto Putra, Miftah Rasheed Amir, Vibi Larassati, Fadhil Ramadhan, Timuthy Ey Maharani
Discussion about this post