Universitas Indonesia pada Selasa (16/03) mengeluarkan Peraturan Rektor Universitas Indonesia Nomor 4 Tahun 2021 tentang biaya pendidikan mahasiswa UI angkatan 2021/2022. Peraturan tersebut menetapkan kenaikan biaya pendidikan beberapa program studi S1 Non Reguler untuk angkatan tahun ajaran 2021, baik Uang Pangkal (UP) maupun Biaya Operasional Pendidikan (BOP).
Peningkatan biaya ini meliputi Biaya Pendidikan (BP) untuk ekstensi dan/atau paralel untuk Fakultas Farmasi, Fakultas Ilmu Administrasi, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Tak luput, program S1 Kelas Khusus Internasional (KKI) untuk Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis juga mengalami peningkatan baik dari UP maupun BOP.
Fenomena kenaikan biaya pendidikan di beberapa program studi tersebut sontak menimbulkan tanda tanya besar bagi banyak mahasiswa. Di tengah pandemi yang turut mengganggu sumber penghasilan rata-rata orang tua atau wali mahasiswa UI, biaya pendidikan justru mengalami peningkatan. Apa pertimbangan pihak rektorat terkait kenaikan BP?
Kami Sudah Defisit!
Gede Harja Wasistha, Wakil Dekan 2 FEB UI, mengatakan bahwa peningkatan biaya pendidikan yang ditetapkan oleh pihak universitas merupakan rekomendasi dari masing-masing fakultas menyesuaikan dengan kondisi keuangan dan biaya operasional yang dikeluarkan. Keputusan untuk meningkatkan biaya pendidikan Non S1 Reguler angkatan 2021 ditengarai adanya sistem subsidi silang antara program reguler dengan non reguler.
Biaya yang mesti dikeluarkan pihak fakultas untuk melayani seorang mahasiswa S1 Reguler jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata penerimaan BOP per mahasiswanya. “Untuk FEB saja, fakultas mesti mengeluarkan 24 juta per tahun untuk melayani mahasiswa, sedangkan rata-rata BOP mahasiswa (S1 Reguler) yang dibayarkan hanya sekitar 5,1 juta per semesternya. Kita bisa lihat di sini ada defisit mencapai 13,8 juta per mahasiswa,” tutur Wasis. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa komposisi mahasiswa program S1 reguler mencapai lebih dari 50% dari total keseluruhan mahasiswa di FEB UI.
Wasis menuturkan pihak universitas dan FEB UI telah tiga tahun mengalami kondisi defisit keuangan. “Jumlah pengeluaran yang jauh melampaui penerimaan membuat keuangan kampus dan FEB terus mengalami defisit berkepanjangan, fakultas-fakultas lain pun juga merasakan hal yang sama,” terang Wasis.
Sistem penerimaan pendapatan yang tidak optimal merupakan salah satu faktor yang memicu munculnya defisit tersebut. “Universitas Indonesia sampai saat ini masih memberikan keleluasaan bagi mahasiswa untuk memilih secara sukarela skema pembayaran, sedangkan biaya pendidikan di universitas lain ditentukan oleh pihak universitasnya sendiri,” sambung Wasis. Pemilihan BOP-B dan BOP-P yang dibebaskan kepada pihak mahasiswa memberikan insentif bagi mereka untuk memilih BOP-B dengan maksimal pembayaran 5 juta untuk rumpun soshum yang lebih murah dibanding skema BOP-P.
Hal ini menciptakan fenomena moral hazard karena pada kenyataannya banyak orang tua atau wali dari mahasiswa yang sebenarnya mampu untuk membayar BOP di atas 5 juta rupiah. “65% dari mahasiswa S1 reguler FEB UI membayar BOP hanya sebesar 3,7 juta per semesternya, sedangkan yang saya lihat gaya hidupnya tidak mencerminkan bahwa mereka adalah anak dari keluarga yang kurang mampu, parkiran mobil selalu penuh setiap pembelajaran offline berlangsung,” ungkap Wasis.
Penurunan Biaya Operasional Kampus di Masa Pandemi Tak Seberapa
Ketika ditanya perihal konsiderasi peningkatan biaya pendidikan di saat pandemi, Wasis menuturkan bahwa selama pandemi ini banyak keran pengeluaran baru yang justru muncul dan meningkatkan biaya yang mesti dikeluarkan.
Wasis menuturkan bahwa biaya remunerasi untuk pembayaran gaji dosen dan karyawan merupakan fixed cost dan tidak dapat diturunkan. Terlebih di kala pandemi yang membuat dosen dan karyawan ikut terdampak. “Tidak mungkin kita memotong honor dosen dan gaji karyawan yang memang saat pandemi ini sama-sama mengalami kesulitan, bahkan honor dosen mengalami peningkatan karena jadi lebih sering ngajar sebab gak kemana-mana,” jelas Wasis.
Di samping itu, biaya penunjang aktivitas akademik daring juga merupakan salah satu penyumbang munculnya pengeluaran baru. “Selama pandemi kan serba online, jadi misalnya kita mesti beli kamera, latar hijau, sistem ruangan kedap suara, scanner suhu tubuh, dan peralatan lainnya untuk menunjang KBM dan pelaksanaan wisuda secara online yang sebelumnya tidak kita butuhkan,” tegas Wasis.
“Hanya komponen pengelolaan manajemen, seperti biaya listrik, kertas, dan pemeliharaan taman, yang saat ini kita bisa tekan dengan kuat pengeluarannya,” sambung Wasis. Namun, Wasis menambahkan komponen pengelolaan manajemen hanya memiliki kontribusi yang kecil dari total keseluruhan pengeluaran, sehingga efek penurunannya tidak begitu berdampak signifikan terhadap perbaikan kondisi keuangan.
Mahasiswa Diberikan Tawaran Magang di Fakultas
Terkait dengan adanya permintaan penurunan biaya pendidikan dari mahasiswa, Wasis mengatakan skema penurunan BOP tampaknya bukan menjadi prioritas kebijakan yang akan diambil oleh pihak fakultas dalam rangka membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial. “Pihak fakultas sudah tidak mampu lagi untuk memberikan keringanan dalam nominal pembayaran BOP. Namun, banyak opsi lain yang disediakan, seperti skema cicilan BOP tiga kali, membantu pengajuan beasiswa kepada Iluni UI dan FEB UI, serta peraturan rektor untuk mahasiswa yang kelulusannya tertunda karena masalah finansial hanya perlu bayar 500 ribu,” jelas Wasis.
“Kami (pihak Dekanat FEB UI) juga punya ide untuk memberikan sumber pendapatan tambahan bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial dengan memberikan kesempatan magang di fakultas, seperti menjaga perpustakaan,” tambah Wasis. Ia menuturkan hal tersebut diharapkan mampu menumbuhkan jiwa kemandirian mahasiswa, sehingga terbiasa untuk berusaha terlebih dahulu ketika menghadapi permasalahan yang ada.
Infografis oleh Viona Avinda
Editor: Nismara Paramayoga, Hafsha Pia Sheridan, Muhammad Ramadhani, Tahtia Sazwara
Discussion about this post