Krisis iklim jelas telah menjadi ancaman nyata bagi kehidupan manusia. Berbagai gerakan terus digaungkan oleh masyarakat di seluruh dunia dengan mengajak berbagai elemen untuk bersatu padu menghadapi degradasi iklim yang kian parah. Resolusi, komitmen, dan janji-janji pemimpin dunia terus ditagih untuk memberikan aksi dan solusi nyata untuk memasukkan agenda iklim dalam setiap kebijakan yang dibuat.
Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran masyarakat atas ancaman nyata krisis iklim mulai meningkat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Menurut survey Lowly Institute, 36% responden Indonesia menganggap pemanasan global sebagai masalah yang serius per tahun 2021, meningkat dari 31% pada tahun 2011.
Berbagai inisiatif dilakukan untuk menciptakan kesadaran krisis iklim, seperti demonstrasi, kajian, diskusi, aksi damai dan lainnya. Salah satu kegiatan unik yang diinisiasi untuk membuat masalah krisis iklim lebih membumi lewat cara yang menyenangkan adalah melalui board game.
Emisi: Board Game untuk Mempelajari Krisis Iklim
Salah satu board game yang diciptakan untuk belajar mengenai krisis iklim adalah “Emisi” yang diinisiasi oleh Yayasan Indonesia Cerah. Permainan ini juga diseminasi dan diproduksi salah satunya oleh Extinction Rebellion (XR). Economica berkesempatan untuk menghadiri Lokakarya Bermain dan Belajar Emisi tersebut dalam rangkaian kegiatan Bilik Tilik, Kotak Otak pada hari Rabu (15/11) di Kopi Manyar Bintaro.
Dalam lokakarya, peserta dibagi kedalam satu kelompok yang terdiri dari empat orang untuk bersama-sama memainkan board game. Permainan ini mengasosiasikan peserta sebagai pemimpin negara yang memiliki tujuan utama menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi yang didapat serta emisi karbon yang dihasilkan. Board game disusun sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan simulasi yang mirip dengan pengambilan keputusan serta dampaknya bagi lingkungan dalam kacamata makro dan stakeholder negara.
Konsep dari permainan ini semi-kooperatif, yaitu tindakan dari satu pemain akan berpengaruh pula terhadap kondisi pemain lainnya. Hal ini sangat mencerminkan kondisi atmosfer bumi yang merupakan sebuah global public goods. Dampak negatif atas pencemaran karbon yang terjadi di satu negara akan juga akan terasa oleh negara lain di seluruh penjuru dunia.
Repeated Game Theory dalam Percaturan Kebijakan Ekonomi Hijau Dunia
Dalam permainan tersebut, terdapat tiga jenis kartu, yaitu Events, Resources, dan Solutions. Events merupakan kondisi awal setiap giliran pemain yang akan mempengaruhi keputusan-keputusan yang harus diambil, sementara Resources menunjukkan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing negara. Solution sendiri merupakan teknologi yang bisa diterapkan, baik yang bersifat baik atau buruk untuk lingkungan. Terdapat juga kartu secret objective yang dapat dipenuhi oleh pemain dan akan mendapat tambahan poin di akhir permainan.
Permainan akan dilakukan dalam enam ronde dengan kesempatan menerapkan lima aksi di setiap rondenya. Jumlah ronde dan aksi yang bisa dilakukan setiap pemain mencerminkan terbatasnya waktu yang kita punya sekarang untuk mencapai net zero emission, yaitu selama 30 tahun.
Setiap aksi yang dipilih akan memiliki konsekuensi terhadap dua hal, yaitu jumlah uang yang dimiliki serta karbon emisi yang dihasilkan atau diserap. Pemain perlu menimbang dengan cermat setiap cost and benefit dari kebijakan atau proyek yang akan mereka investasikan. Apakah setiap sen yang didapatkan layak sebagai pengorbanan atas kerusakan lingkungan yang timbul atau apakah lingkungan dan emisi karbon yang kita serap pantas untuk diraih dengan biaya-biaya yang mesti dikeluarkan.
Permainan ini merupakan simulasi dari repeated games atas krisis lingkungan yang mana pemain dapat menggunakan informasi dari permainan sebelumnya untuk membuat keputusan yang lebih menguntungkan kemudian. Konsep reputasi dalam repeated games membuat pemain dapat menggunakannya untuk mendorong negara lain untuk berperilaku ramah lingkungan. Strategi tit-for-tat dalam repeated games melibatkan konsep balas-membalas tindakan negara lain. Misal jika satu negara mengurangi emisi gas rumah kaca, negara lain akan lebih cenderung untuk melakukan hal yang sama karena terdapat sinyal yang memberikan informasi bahwa negara tersebut akan menerapkan hal yang sama di ronde lain.
Ini menunjukkan bahwa dalam mengatasi krisis iklim diperlukan kerja sama internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, kerja sama tersebut tidak mudah karena setiap negara memiliki kepentingannya masing-masing dan tidak semua negara bersedia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Bilik Tilik, Kotak Otak
Lokakarya Board Game “Emisi” dipilih oleh XR Indonesia sebagai salah satu rangkaian acara dalam Bilik Tilik, Kotak Otak (BTKO). M. F. Rosiy (Zizi), Ketua Pelaksana BTKO Bintaro, menuturkan bahwa konsep baru yang lebih menyenangkan sangat penting untuk membuat isu iklim lebih inklusif. Zizi menjelaskan, “Menurutku ini (Emisi) jatuhnya kayak bermain dan belajar, tapi sebenarnya belajar dulu baru bermain. Pemain tuh kayak belajar dulu “ini apa, apa kesinambungannya”, tapi lama-lama, dia dapat fun-nya dari bermainnya. Jadi itu yang membuat menarik sih dari board game-nya itu.”
BTKO sendiri merupakan rangkaian kegiatan XR yang bekerjasama dengan Asosiasi Desain Grafis Indonesia dan diselenggarakan di Bintaro Design District (BDD). Acara sejenis sudah pernah diselenggarakan sebelumnya di Kota Bandung. BTKO didirikan sebagai ruang bersama untuk meningkatkan kesadaran dan kesempatan bersuara dalam memperjuangkan masalah iklim dan krisis ekologi
“Aku sebagai konseptornya lebih mengambil konsep-konsep yang sudah kita pelajari waktu sekolah, yaitu konsep tentang manusia, ruang, dan waktu yang merespon sesuatu dan itu kan yang bikin sejarah ada. Jadi, kita tuh pengen mengembalikan lagi, apakah orang-orang peka sama sekitarnya,” jelas Zizi.
Bilik tilik merepresentasikan ruang untuk menilik atau memandang jauh ke depan dengan makna yang lebih dalam, mencerminkan pandangan manusia yang seharusnya jauh ke depan terkait lingkungan. Kotak Otak merupakan simbol dari tagar #Thinking of The Box yang dikampanyekan dalam program ini. “Kita pengen ngasih tahu bahwa kita sudah terlalu terdistorsi dengan pemikiran out of the box. Tapi pernah nggak si kita mikirin boxnya itu seperti apa?” ujar Zizi.
Di BDD center, BTKO juga membuat instalasi mini dengan memajang sepuluh poster karya ADGI dengan pesan-pesan terkait iklim. Zizi menerangkan bahwa karya yang dipertontonkan seratus persen merupakan hasil dari daur ulang sampah. Pengunjung yang hadir juga dianjurkan membawa sampah produk kemasan saset lalu diminta untuk menuliskan kesalahan serta refleksi diri mereka dan dikumpulkan di kotak suara.
“Pengunjung bisa menuliskan kesalahan mereka seperti apa di lingkungan sekitarnya, tapi mereka harus merefleksikan dulu apa yang dituliskan dan dirasakannya dengan apa yang mereka pikirkan, baru nanti dimasukkan ke kotaknya. Jadi anggapannya, semi pemilu itu, saset sebagai surat suaranya.” tutup Zizi.
Selain lokakarya ini, masih banyak kegiatan lain yang tidak kalah menarik dan informatif yang dapat diikuti dalam rangkaian acara BTKO. Jadi, jangan lupa untuk terus mengikuti BTKO di media sosial.
Editor: Anindya Vania, Muhammad Ramadhani, dan Titania Nikita
Discussion about this post