Sudah semestinya mereka tersenyum setiap bulan untuk merayakan jerih payahnya. Sudah semestinya, peluh hasil kerja keras mereka terbayarkan. Sudah semestinya, hasil upaya mereka membantu mencerdaskan insan mahasiswa FEB UI dihargai dengan layak. Sayangnya itu hanya angan-angan kosong belaka. Sudah dua bulan lebih honor para asisten dosen FEB UI tak kunjung dibayarkan. Seakan tak cukup, upah mereka juga dipotong tanpa ada kejelasan kapan akan diberikan, dan satu-satunya pertanyaan yang masih tersisa: Apakah ini harga yang harus mereka tanggung untuk setiap sesi asistensi yang melelahkan?
Kelas asistensi yang dilakukan secara intens pada banyak mata kuliah merupakan keunikan tersendiri dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. FEB merupakan salah satu fakultas pertama di UI yang memiliki sistem kelas asistensi. Dalam konteks ini, asisten dosen (asdos) bukan sekadar pelengkap saat dosen memerlukan bantuan, melainkan juga berperan aktif mengajar mahasiswa pada sesi asistensi.
Sebagai bentuk imbal jasa atas waktu dan tenaga yang telah dicurahkan dalam membimbing dan mengajar, asdos akan mendapatkan honorarium sebesar Rp150.000,00 per sesi yang biasanya dilaksanakan selama kurang lebih dua jam tiga puluh menit dan Rp50.000,00 untuk biaya transportasi sit in. Akan tetapi, baru-baru ini terdapat permasalahan terkait honor mengajar asisten dosen yang belum kunjung cair sejak dimulainya semester ganjil ini.
Ketidaksinkronan Penetapan Honor Asisten Dosen FEB UI dan UI
Berbagai keluhan dan protes dilayangkan oleh para asdos di FEB UI dan diperparah dengan ketidakjelasan informasi dan kabar burung yang beredar. Merespons hal tersebut, pihak Dekanat menyelenggarakan pertemuan dengan tajuk “Perkenalan dan Penjelasan tentang Kompetensi Asisten Dosen FEB UI” yang diselenggarakan pada Rabu (8/11).
Dalam pertemuan itu, pihak Dekanat memberikan penjelasan mengenai kondisi sistem pengupahan asdos yang terlambat karena tidak sinkronnya antara peraturan UI dengan FEB UI. Namun, para asdos masih belum mendapatkan jawaban pasti atas keresahan mereka karena waktu pencairan upah yang masih belum jelas.
Sebagai upaya mencari kejelasan atas kondisi tersebut, Economica berkesempatan untuk berbincang secara eksklusif dengan Nanda Ayu Wijayanti (Nanda) selaku Wakil Dekan FEB UI Bidang Sumber Daya, Ventura, dan Administrasi Umum dan Arief Wibisono Lubis (Arief) selaku Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan. Usut punya usut, akar permasalahan dari keterlambatan ini adalah pemeriksaan keuangan UI, termasuk FEB oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kalau terkait pembayaran (honor asdos), ada acuan dari UI untuk semua fakultas. Nah kebetulan, salah satu temuan dari BPK adalah honor asisten dosen yang dikasih oleh FEB UI itu nilainya melebihi standar biaya yang dikeluarkan oleh UI. Hal ini membuat FEB harus memberikan penjelasan mengapa hal tersebut terjadi,” jelas Nanda.
Honor akan Dibayarkan, tetapi Tidak Seperti Janji Awal
Walau begitu, FEB UI berupaya untuk tetap mempertahankan hak yang dimiliki oleh asdosnya sesuai dengan janji awal yang diberikan. Namun, sangat disayangkan bahwa sepertinya upaya ini belum membuahkan hasil yang maksimal. Bukannya cair, upah yang sangat ditunggu-tunggu ini justru mengalami penurunan jumlah nominal tanpa kejelasan waktu pencairan.
“Karena honor yang dikasih itu tidak sesuai dengan aturan, maksudnya itu standar dari UI. Akhirnya apa yang kita ajukan di-hold sama UI. Nah, ini sedang kami ajukan ulang (pencairannya), tapi ya pengajuan ulang ini pada akhirnya akan mengikuti standar dari UI,” terang Nanda.
Nanda menambahkan, “Karena standar biaya di UI itu memang keluarnya adalah setelah FEB punya standar biaya atas honor asisten dosen ini, sehingga akhirnya enggak sama.” Honor asdos FEB UI sendiri mengacu pada SK Dekan FEB UI tahun 2006, sementara komponen honor asdos UI baru muncul dalam Standar Biaya Masuk (SBM) UI pada tahun 2018.
Akan tetapi, Nanda dan pihak dekanat akan mengusahakan agar di tahun 2024 nanti honor asdos bisa dikembalikan sesuai dengan standar FEB UI. “Maka dari itu kami akan meminta adjustment mengenai standar biaya yang ada di UI,” ungkapnya.
Pilihan ini merupakan jalan terakhir yang bisa dilakukan oleh FEB UI. Nanda menjelaskan, “Kita mengajukan pembayaran (honor asdos) dengan standar UI untuk semester ini, karena kan jika tidak (mengajukan), enggak bisa keluar kan uangnya. Jadi, daripada tidak dibayar, ya sudah kita ikutin dulu (standar UI) dengan harapan kita mengajukan untuk adjustment dan diterima di tahun 2024.”
Penyamarataan Honor KKI dan Reguler serta Hilangnya Biaya Transportasi Sit In
Berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh UI, honor atas asdos maksimal yang diberikan sebesar Rp100.000,00 per sesi mengajar (asdos yang masih menjadi mahasiswa S1) dan tanpa penggantian uang transportasi jika asdos mengikuti kelas dosen yang bersangkutan (sit in). Dengan diterapkannya standar UI dalam pembiayaan asdos FEB UI, upah yang akan diterima jelas akan berkurang.
“Honor asdos semester ini akan berkurang menjadi seratus ribu, sedangkan sit in tidak lagi mendapatkan uang pengganti transportasi. Penyesuaian ini berlaku di seluruh jurusan FEB UI,” tegas Nanda.
Selain itu, sebelum adanya perubahan peraturan ini, terdapat perbedaan antara upah asdos yang mengajar untuk kelas reguler dengan KKI. Asdos KKI seharusnya mendapatkan honor seratus ribu rupiah lebih besar jika dibandingkan dengan reguler. Namun, tidak adanya pembeda antara KKI dan reguler dalam SBM UI tahun 2018 membuat honor asdos KKI FEB UI yang diterima akan setara dengan honor asdos reguler.
“Jadi, berdasarkan peraturan UI, honor asdos adalah berdasarkan tingkat pendidikan asdos tersebut (mahasiswa, S1, S2, S3), bukan berdasarkan perbedaan program studi di mana asdos mengajar (KKI, reguler, ekstensi),” ungkap Nanda.
Pesan dari Dekanat dan Departemen
Untuk mengatasi permasalahan ini, Dekanat akan memanggil kembali para asdos di FEB UI. Langkah ini diambil agar tidak terjadi kesalahpahaman di kalangan para asisten dosen. Arief menegaskan, “(Pemanggilan para asisten dosen) ini kami lakukan untuk memberikan kepastian nanti ke depannya bagaimana, jadi (apakah) honornya untuk sementara turun dulu atau gimana gitu.”
Di sisi lain, kondisi ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Prani Sastiono (Prani) selaku Kepala Program Studi S1 Ilmu Ekonomi. Ia mengatakan bahwa saat ini supply asisten dosen pada tiap departemen semakin berkurang. Prani berpendapat, “Hal ini membuat situasi semakin sulit, salah satu yang sedang diupayakan adalah memasukkan kegiatan asisten dosen sebagai kegiatan MBKM untuk memberikan kredit SKS dan insentif.”
“Biar bagaimanapun, pihak prodi akan terus memikirkan cara untuk mendapatkan asisten dosen baik dari segi kuantitas maupun kualitas,” tambahnya.
Editor: Anindya Vania
Discussion about this post