Dalam menanggapi tragedi kemanusiaan yang tak kunjung berhenti di Palestina, Lembaga Dakwah Kampus Nasional Nuansa Islam Mahasiswa Universitas Indonesia (LDKN Salam UI) beserta seluruh Lembaga Dakwah Kampus yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus wilayah Jakarta-Depok-Bekasi (FSLDK Jadebek) dan FSLDK Banten mengadakan aksi damai bertajuk “Seruan Aksi Nasional: Palestina Merdeka” di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI pada Jumat (20/10).
Selain mahasiswa, aksi ini turut dihadiri oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat umum dengan jumlah sekitar seribu orang. Terlihat pula berbagai tokoh kenamaan yang turut menyuarakan suaranya, seperti Asma Nadia, Ustadz Akmal Sjafril, dan Usth. Sri Vira Chandra.
“Kami ingin pemerintah Indonesia mengambil langkah diplomasi yang tegas terhadap kemerdekaan bangsa Palestina dengan lebih proaktif dalam menginisiasi forum-forum internasional terkait penyelesaian permasalahan dan kegentingan di Palestina saat ini,” jelas Hanan, Koordinator Akhwat Salam UI 26, terkait dipilihnya Kemenlu sebagai titik demonstrasi.
Dilansir dari Detik, per Kamis (19/10) terdapat 3.478 masyarakat Palestina yang terbunuh akibat kekejaman Israel. Korban pun tidak mengenal batas usia, anak-anak, perempuan, dan lansia menjadi target genosida. Oleh karena itu, demonstran juga menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengutuk segala bentuk serangan dan blokade sumber daya yang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap bangsa Palestina;
- Mendukung penuh segala bentuk usaha dan perjuangan bangsa Palestina dalam mendapatkan hak kemerdekaan;
- Mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk terus menyuarakan dukungan, baik moril maupun materiil, serta doa terhadap bangsa Palestina;
- Mendorong pemerintah Indonesia untuk terus mengambil langkah diplomasi yang tegas terhadap kemerdekaan bangsa Palestina sesuai dengan amanat UUD 1945 pada seluruh negara di dunia.
Audiensi Bersama Kementerian Luar Negeri RI
Setelah melakukan demonstrasi, massa aksi berkesempatan untuk melakukan audiensi dengan pihak Kemenlu RI. Massa aksi diwakili oleh Rezky Alfian Fatra (Ketua Salam UI), Hanan Tsabitah (Koordinator Akhwat Salam UI), Muhammad Wildan (Ketua Umum FSLDK Jadebek), dan Saniman (Ketua Umum FSLDK Banten). Di sisi lain, Kemenlu RI diwakili oleh Caka Alverdi Awal selaku Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata beserta Pelaksana Harian Direktur Timur Tengah dan Pelaksana Harian Direktur Keamanan Diplomatik.
Audiensi dimulai dengan penyampaian pernyataan sikap massa aksi terhadap kondisi agresi tak berkesudahan Israel atas Palestina. Selanjutnya, mereka juga menyampaikan beberapa gagasan solutif yang dapat diambil oleh Indonesia dan komunitas internasional untuk memberikan dampak signifikan terkait penyelamatan rakyat Palestina, di antaranya:
- Gencatan Senjata Segera
- Fasilitasi Bantuan Kemanusiaan segera
- Perlindungan PBB bagi Warga Palestina di Gaza
- Panggilan untuk Sidang Darurat PBB untuk Menghentikan Bencana Kemanusiaan
- Menentang Wacana Normalisasi Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Israel
Pihak Kemenlu RI menyampaikan pernyataan bahwa Pemerintah Indonesia mengutuk sekeras-kerasnya akan penyerangan dan blokade yang dilakukan Israel di Gaza serta perlunya penyegeraan distribusi bantuan kemanusiaan.
“Di forum PBB, Indonesia sedang berupaya untuk menggalang dukungan terhadap Palestina dari 193 negara. Akan tetapi, dibutuhkan waktu yang tidak sedikit serta usaha yang cukup sulit untuk menggandeng setiap negara,” terang Caka.
Selain itu, Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI, sedang berada di Jeddah untuk menginisiasi sidang OKI, mengingat OKI dibentuk untuk membantu Palestina.
Salah satu kekhawatiran utama Kemenlu RI adalah keselamatan masyarakat Indonesia yang berada di Palestina, khususnya jalur Gaza. “Kami mengupayakan untuk memulangkan WNI yang berada di Palestina,” ungkap Caka.
Di akhir sesi audiensi, massa aksi juga menyampaikan surat pengajuan audiensi lebih lanjut kepada Retno Marsudi. “Audiensi ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari Pertemuan puncak antara para pemimpin Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang dimulai hari ini (20/10) di Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh,” terang Hanan.
Harapan agar Pemimpin Dunia Lebih Tegas dalam Menghadapi Permasalahan Ini
Massa aksi mengeluhkan kekecewaan mereka terhadap respons pemimpin dunia terhadap agresi militer yang dilakukan Israel terhadap Palestina saat ini, terutama dari dunia Arab dan barat. Penafsiran pemimpin-pemimpin dunia seolah memandang penjajahan di Palestina sekadar bagian dari kronologi sejarah yang penuh dengan akan politik dan hak milik. Padahal, daftar korban yang terdampak semakin memanjang, tanpa mengenal jenis kelamin, usia, bahkan agama.
“Terlihat standar ganda yang diterapkan oleh dunia barat semata-mata karena Israel merupakan sekutu mereka, padahal mereka ramai-ramai mengutuk Rusia karena melakukan invasi kepada Ukraina, yang mana itu sama persis dengan yang dilakukan Israel. Dunia Arab pun seperti ketakutan untuk membela saudara seagamanya, bahkan sekadar menerapkan blokade ekonomi pun enggan,” terang Hanan.
Hanan juga melihat keadaan forum-forum dunia saat ini masih belum memberikan dampak yang nyata dan optimal untuk Palestina. Kecenderungan untuk mencuatnya saran dan gagasan yang bersifat “netral” dan “asertif” menyebabkan keputusan forum yang lamban serta tidak efektif.
“Saya harap pemimpin-pemimpin dunia, terkhusus negara-negara muslim, dapat merumuskan solusi terbaik dan segera merealisasikannya. Kalau tidak seperti itu, maka kita semua bersalah dalam membiarkan genosida terjadi langsung di depan mata kita,” pungkas Hanan.
Bentuk Perang Palestina dan Israel di Dunia Maya
Perang tidak hanya terjadi secara fisik di tanah Palestina saja, tetapi juga merambah pada serangan dan propaganda yang dilakukan secara masif. Banyak misinformasi dan penggiringan opini yang bertebaran di media sosial dengan tujuan untuk mengaburkan keadaan yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, diperlukan upaya ekstra bagi masyarakat untuk melihat permasalahan secara lebih holistik dari sumber kredibel agar mampu memahami dan memberikan pernyataan secara lebih bijak.
Setelah itu, Hanan berharap bahwa masyarakat tidak tinggal diam dan dapat memikirkan andil apa yang dapat dilakukan untuk berpartisipasi pada penyelesaian kegentingan situasi di Palestina bersama-sama dengan pemerintahnya.
“Mungkin rasanya karena jarak yang sangat jauh antara kita dan Palestina membuat seakan-akan kita tidak berdaya. Akan tetapi, di media sosial saat ini perang propaganda itu banyak terjadi. Kita dapat memerangi hoax, me-retweet, dan repost unggahan yang menunjukkan kenyataan sebenarnya di Palestina, menginformasikan jalur donasi yang bisa diberikan, dan tentu saja mengirimkan sebaik-baiknya doa untuk saudara kita di Palestina,” pesan Hanan.
Editor: Anindya Vania dan Tara Saraswati
Discussion about this post