Muliaman Hadad telah dikenal sebagai sosok yang cerdas dan aktif. Dari kecil Muliaman Hadad sudah menunjukkan bakat menonjol di bidang akademis. Kemampuan analisisnya cepat dan cerdas sehingga tidak heran dia merupakan salah satu lulusan tercepat di angkatan FE UI yang lulus pada tahun 1984, dan mendapatkan gelar masternya dan doktornya di universitas bergensi dunia, John F Kennedy School of Government ,Harvard Univeristy, dan Monash University, Australia. Sejak awal Muliaman menyenangi dunia perbankan dan keuangan, perencanaan strategis, dan transformasi organisasi. Kariernya terus menanjak, Muliaman pernah menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia termuda pada saat itu dan akhirnya kini menjabat Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Di sela-sela kesibukannya, Tim Economica Tim ECONOMICA menemuinya untuk menggali kisah inspirasi dan suksesnya.
Apa saja kegiatan Anda ketika kuliah di FE UI dulu?
Dulu saya masuk FE UI tahun 1979. Saya dulu aktif di organisasi namanya BPM, Badan Perwakilan Mahasiswa. Kemudian satu tahun berikutnya, saya juga aktif di Senat Mahasiswasebagai salah satu pengurus. Kemudian di zaman saya dulu, itu banyak sekali didirikan beberapa kegiatan, termasuk AIESEC. AIESEC sebenarnya sudah lama non-aktif, tapi pada periode-periode itu diaktifkan kembali, ya termasuk kita-kita ini yangmemberikan input programnya. Nah karena itu, banyak juga kegiatan-kegiatan lain yang bersifat ekstrakurikuler, misalnya studi integratif tentang Islam, kegiatan-kegiatan seperti itu banyak kita lakukan waktu itu.
Pada waktu itu jugakan dinamika kehidupan mahasiswa tidak terlepas dari dinamika kehidupan di luar kampus, seperti dinamika NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Nah, itu semua tentu saja memberikan warna bagi kegiatan kemahasiswaan pada waktu itu, dan saya punya kesempatan untuk ikut di dalam berbagai macam kegiatan disana. Jadi, ya cukup mengesankan, banyak kawan, banyak teman, dan juga banyak pengalaman yang bisa kita ikuti. Saya juga pernah mewakili UI – bersama seorang mahasiswa Fakultas Hukum – ke World Student Congress yang pada waktu itu diadakan di Jepang. Saat itu kalo enggak salah saya di tingkat 3. Kegiatan itu diikuti oleh banyak mahasiswa dari berbagai negara, intinya semacam pertukaran gitu. Tapi intinya kita ikut banyak kegiatan, dan saya yakin, dan memang benar terbukti juga setelah masuk dunia kerja, bahwa dunia akademik itu penting, tapi kematangan sosial serta networking tidak kalah penting.
Saat jadi mahasiswa, apakah Anda sudah merencanakan jenjang karier seperti sekarang?
Enggak juga ya,enggak kebayang, karena dulu saya itu dapat beasiswa pertama dari Supersemar, tetapi kemudian ada tawaran beasiswa lagi, ya seperti diketahui dulu itu kan mahasiswa FEUI banyak ditawarkan beasiswa. Banyak beasiswa yang besar, misalnya dari BRI, Unilever, Bank Indonesia, tapi saya ambil yang dari Bank Indonesia. Sebenernya saya juga enggak punya bayangan seperti apa Bank Indonesia. Tapi akhirnya saya ambil, dan rupanya beasiswa itu adalah beasiswa Ikatan Dinas. Ya jadinya setelah saya lulus, otomatis saya harus kerja di BI. Waktu itu saya sempat sedih sih karena enggak bisa kerja di perusahaan-perusahaan besar.
Bagaimana perjalanan karier Anda setelah masuk FE UI?
Seperti yang tadi saya bilang, saya harus masuk BI. Jadi saya langsung ditempatkan di Pulau Lombok selama 4 tahun. Setelah itu saya pergi kuliah ke Amerika. Saya kuliah di Universitas Harvard, persisnya di John F. Kennedy School of Government. Saya di sana ambil jurusan Public Policy, dan kemudian kembali ke Jakarta, tapi setelah 2 sampai 3 bulan di Jakarta, saya lanjut lagi program Doktor. Kali ini tidak ke Amerika,melainkan ke Australia. Saya kuliah di Monash University di Melbourne,dan jurusan yang saya ambil adalahvperbankan. Kemudian selesai juga relatif cepat, dan saya kembali ke Jakarta.Setelah itu karier saya terus lanjut hingga menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia untuk dua periode, sebelum akhirnya saya pindah ke OJK sekarang.
Apa motivasi yang menjadi semangat Anda dalam berkarier?
Well, saya itu kerja keras terus. Dalam arti begini, saya kan punya obsesi, punya keinginan, dan punya cita-cita untuk memberikan kontribusi dimanapun saya berkiprah. Ya karena saya disini, itulah yang menjadi energi untuk terus menumbuhkan antusiasme dalam berkarier dan berprestasi. Saya kira itu saja, dan terus terang saya tidak merencanakan semua ini. Saya hanya melihat bahwa ini mengalir saja, apa yang saya alami ya saya ikuti saja terus.Semua ini adalah yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Jadienggak pernah ada cita-cita khusus mau jadi apa, mengalir saja dari satu kesempatan ke kesempatan lain. Yang terpenting adalah kita laksanakan dengan baik untuk dapat meningkatkan kontribusi.
Apa kendala terbesar yang Anda alami selama perjalanan karier?
Saya menyaksikan dua krisis besar dalam karier, dan saya banyak mencatat, banyak pelajaran dari krisis yang terjadi. Tahun 1998, krisis di Indonesia malah multidimens,i jadi tidak hanya krisis ekonomi tapi juga krisis politik. Terjadi pula krisis serupa di negara-negara Asia, karenanya pada waktu itu orang melihat krisis 1998 adalah sebagai krisis Asia. Tapi tahun 2008, krisis itu terjadinya di Amerika,namun dampak globalnya begitu luar biasa. Nah Indonesia sebagai penganut perekonomian terbuka, tentu saja mengalami dampak implikasi dalam perekonomian, dan menciptakan dinamika yang begitu besar. Oleh karena itu, momen-momen itu adalah momen dimana respon kebijakan harus bisa cepat dan memadai, supaya dampak dari krisis itu tidak merugikan banyak masyarakat. Kondisinya ketika itu rumit: pertumbuhan ekonomi yang terhambat, pertumbuhan kredit yang melambat. Well, pada saat itu kita banyak dibantu oleh beberapa pihak kan ya. Krisis kita waktu itu menjadi perhatian lembaga-lembaga donor seperti Bank Dunia dan IMF. Jadi istilahnya kita beradu argumen dengan mereka-mereka itu, apa yang sebetulnya paling tepat untuk menyelesaikan permasalahan negara kita. Hal itu menurut saya merupakan sebuah kesempatan belajar yang luar biasa, dan bisa menjadi bekal kepada kita untuk menghadapi krisis mendatang.Ingat bahwa krisis itu kan bisa datang dan pergi,tergantung pada siklus perekonomian. Tetapi ketika krisis itu sudah datang, intinya adalah bagaimana kita bisa menangani krisis itu secara baik. Jadi penanganan krisis atau crisis management itu menjadi penting.
Bagaimana peran orang tua dan keluarga terhadap hidupAnda?
Kedua orang tua saya adalah pendidik, yaitu sebagai guru. Kemudian tentu saja saya sebagai anak pertama menjadi harapan. Tidak hanya harapan orang tua, tapi juga contoh buat adik-adiknya. Saya nomor satu dari sembilan bersaudara,jadi harus memberi banyak contoh. Ayah saya karier terakhirnya itu sebagai pemilik SD (Sekolah Dasar), sedangkan ibu saya,karier terakhirnya adalah kepala sekolah SD. Dengan kemampuan seadanya dulu, kita dituntut untuk berprestasi dan bisa memberikan kontribusi guna meringankan beban mereka. Hal itu memacu kita untuk terus bekerja keras.
Apakah ada sesuatu di hidup yang Anda sesali selama ini?
Tidak ada. Saya kira setiap kejadian atau peristiwa dalam kehidupan tidaklah harus menyenangkan. Ada kalanya gagal, tidak berhasil, itulah fakta dalam hidup. Namun tentu saja yang paling penting adalah bagaimana kita menyikapinya. Ketika kita keliru menyikapinya, maka yang terjadi adalah kita akan menghancurkan diri kita sendiri. Oleh karena itu, ketika kita berhasil menyikapi suatu kegagalan, maka akan selalu muncul optimisme, dan tidak selalu berburuk sangka kepada Tuhan khususnya. Jangan sampai berpikir sudah puasa Senin-Kamis tapi kok masih banyak masalah, jangan sampai seperti itu. Maka cara dalam menyikapi setiap persoalan adalah kuncinya menurut saya, sebab itu akan menentukan yang bersangkutan akan berhasil atau tidak. Kedua, saya itu orangnya mengalir saja.Jadi begitu kesempatan yang pertama datang, itulah yang saya ambil. Walaupun yang datang banyak, tapi begitu datang kesempatan pertama, itu yang saya ambil.
Bagaimana cara Anda mengatasi rintangan yang ada di dalam karier?
Saya kira kalau melihat posisi yang saya pegang sekarang dan refleksi ke belakang, karier yang saya jalani ini jauh. Saya sudah sekitar 30 tahun berkiprah, dan menurut saya kita harus selalu jaga profesionalisme dan integritas. Kemudian yang terakhir adalah menjaga hubungan dengan Yang Maha Kuasa. Jadi hubungan antara manusianya baik, hubungan dengan Tuhan juga baik. Saya pikir sesudah itu kita akan bisa menjalani setiap rintangan.
Di luar urusan pekerjan, apa yang biasa Anda lakukan untuk mengisi waktu luang?
Rutinitas saya terus terang tidak terlalu bervariasi. Ke kantor saja, lalu pulang larut malam setiap hari, itu sudah dari 30 tahun yang lalu. Kalaupun ada waktu, saya biasanya di rumah membaca buku,karena saya sering membeli buku meskipun belum sempat dibaca. Namun bila topiknya menarik, maka langsung kita baca. Untuk olahraga awalnya saya suka badminton, tapi setelah perjalanan karier, olahraga seperti golf ya kita jalani.
Apa pesan Anda untuk mereka yang masih kuliah di FE UI?
Masalah itu harus dihadapi, jangan dihindari, dan harus diselesaikan. Selain itu, kita harus menjadi orang yang berjiwa besar. Jangan membesarkan yang kecil, dan juga jangan mengecilkan yang besar. Kemudian optimisme, positive thinking. Sesudah itu kita serahkan ke Yang Maha Kuasa. Tapi yang paling penting adalah tetap berpikir positif. Jangan mau terbawa terlalu dalam ke masalah yang kita hadapi,kita harus segera bangkit lagi.
Penulis: Ivan Indrawan
Discussion about this post