Rabu, 12 Juli 2017, pukul 20.30, akun resmi Line Badan Eksekutif Mahasiswa mengeluarkan pernyataan sikap atas hak angket DPR terhadap KPK. Dalam pernyataannya, BEM FEB UI memutuskan untuk bersikap netral terhadap kasus tersebut. Pernyataan ini berbeda dari pernyataan sikap BEM UI serta belasan BEM Fakultas lain. Sontak, pernyataan tersebut langsung menuai pro dan kontra di kalangan mahasiswa FEB UI. Terkait hal tersebut, tim Economica mendapatkan kesempatan untuk menggali lebih lanjut latar belakang di balik penetapan pernyataan sikap ini.
Kepada tim Economica, Steven Giovanni Sugiarto, Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) BEM FEB UI menjelaskan bahwa Kastrat BEM FEB UI tengah berfokus mengerjakan beberapa isu, yaitu kasus BLBI, transparansi keuangan UI, SERUNI, dan reformasi agraria. Sementara itu, isu hak angket DPR terhadap KPK memang tidak masuk dalam agenda kajian mereka.
Kemudian pada hari Jumat, 7 Juli 2017, BEM UI dan belasan BEM fakultas lain melakukan aksi tolak hak angket di depan gedung DPR. Adapun, BEM FEB UI tidak ikut dan tidak menyatakan sikap dalam aksi ini dikarenakan penetapan waktu yang dirasa terlalu sempit. Saat kami meminta konfirmasi El Luthfie, Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM UI menyatakan bahwa ajakan aksi 7 Juli lalu kepada BEM fakultas-fakultas lain baru dilakukan tanggal 4 Juli atau tiga hari sebelum aksi tersebut dilaksanakan. Baru pada hari Rabu, 12 Juli 2017, BEM FEB UI menyatakan sikap netral.
Steven menjelaskan lebih lanjut proses serta latar belakang di balik penetapan tersebut. Selama lima hari setelah aksi tanggal 7 Juli, tim Kastrat BEM FEB UI mencoba mencari informasi lebih dalam mengenai isu ini. Steven mengaku sempat menghubungi beberapa pihak eksternal untuk dimintai pendapat dan masukan. Dari sejumlah keterangan yang didapatkan, tim Kastrat BEM FEB UI menyimpulkan bahwa isu hak angket merupakan isu yang sarat akan muatan politik. Ia memaparkan lebih lanjut bahwa DPR dan KPK merupakan dua institusi yang sama-sama memiliki kepentingan politik. Bedasarkan informasi internal yang berhasil didapatkan, Steven beranggapan bahwa DPR dan KPK merupakan lembaga yang “tidak terlalu bersih”. Ketika tim Economica mencoba menanyakan lebih lanjut sumber-sumber informasi yang didapatkan tersebut, Steven menolak untuk memaparkannya.
“Di satu sisi, Pansus Hak Angket dapat dilihat sebagai upaya pelemahan pada KPK terutama pada penyidikan kasus e-KTP. Namun, di sisi lain, kita melihat bahwa KPK juga tidak terlalu bersih. Kita melihat KPK dianggap sebagai pahlawan di masyarakat, tapi kita menyadari bahwa KPK itu tidak bersih, kembali lagi sebagai sebuah lembaga negara yang tidak diawasi,“ terang Steven.
Steven juga menilai lucunya penyikapan BEM UI terhadap kasus tersebut di mana mereka menolak hak angket namun mendukung pengawasan KPK. “Bukankah hal ini sama saja dengan sikap netral?”, pungkasnya. Pada intinya, muatan politis yang kental serta anggapan bahwa KPK juga perlu diawasi turut mendasari sikap netral yang dikeluarkan BEM FEB UI tersebut.
Steven juga sadar bahwa selain bermuatan politis, bahasan mengenai isu hak angket berada di luar core competence BEM FEB UI. Ia tidak ingin bila pernyataan sikap BEM FEB UI dibuat hanya untuk mengikuti anggapan mayoritas serta pemberitaan media semata. Atas pertimbangan tersebut, ia menilai penyikapan netral merupakan langkah paling bijaksana yang bisa diambil BEM FEB UI. Ketika tim Economica menanyakan mengenai kajian yang telah dibuat berkaitan dengan pernyataan sikap tersebut, Steven menekankan bahwa Kastrat BEM FEB UI belum dan tidak akan membuat kajian terkait isu ini.
Diwawancara secara terpisah, Ketua BEM FEB UI, Mumtaz Anwari, juga menyatakan hal serupa. Muatan politis yang kuat serta core competence BEM FEB UI yang berada di luar isu tersebut menjadi dasar utama sikap netral yang diambil. Perbedaan core competence tersebut juga menjadi dasar mengapa BEM FEB UI tidak akan membuat kajian soal isu ini.
Pertemuan dengan Fahri Hamzah
Sehari setelah pernyataan sikap tersebut dikeluarkan, publik kembali digaduhkan dengan unggahan di akun Instagram Fahri Hamzah. Unggahan tersebut mendokumentasikan pertemuan antara BEM FEB UI dengan Fahri Hamzah yang baru saja dilakukan. Hal ini menimbulkan beragam reaksi. Untuk diingat, menurut informasi dari BEM UI, Fahri Hamzah sebelumnya batal hadir dalam upaya audiensi yang dilakukan oleh BEM UI bersama belasan BEM fakultas se-UI dan KM ITB enam hari sebelumnya.
Steven menjelaskan, apa yang ada dalam akun Instagram Fahri Hamzah sesungguhnya hanyalah upaya Kastrat BEM FEB UI untuk mendengarkan sudut pandang dari pihak yang pro dan kontra terhadap isu ini. Pertemuan tersebut awalnya hanyalah merupakan pertemuan internal Kastrat FEB UI dengan yang bersangkutan. Namun, Steven mengaku unggahan yang dilakukan staf Fahri Hamzah berada di luar kendalinya.
Tak hanya Fahri Hamzah, tim Kastrat BEM FEB UI juga berencana menemui pihak-pihak lain dari sudut pandang kontra. Akan tetapi, Steven tidak memaparkan lebih lanjut siapa saja yang akan dihubungi nantinya. Rencananya, setelah selesai menemui pihak-pihak tadi, Kastrat BEM FEB UI akan mengeluarkan press release terkait isu ini.
Tim Economica sempat menanyakan apakah mungkin bagi BEM FEB UI untuk mengubah sikapnya terhadap isu ini, terlebih apabila ditemukan bukti-bukti yang memperkuat argumen kontra terhadap hak angket. Menjawab hal tersebut, Steven menegaskan bahwa BEM FEB UI akan tetap bersikap netral apapun hasil pertemuan dengan pihak-pihak tersebut nantinya. Melalui press release mendatang, ia ingin membiarkan publik untuk menyikapi sendiri kasus tersebut.
Menanggapi Reaksi Publik
Beragam respon sempat mencuat di media sosial mengenai pernyataan sikap serta pertemuan BEM FEB UI dengan Fahri Hamzah. Menanggapi hal tersebut, Steven menyatakan bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Ia menghargai segala macam pendapat yang ada dan menganggap bahwa semua orang berhak untuk mengemukakan pendapatnya. Akan tetapi, ia menyayangkan beberapa pihak yang mengunggah tanggapannya di media sosial tanpa melakukan klarifikasi secara personal terlebih dahulu. Ia menganggap pihak yang melakukan tindakan seperti ini hanya bertujuan untuk mencari sensasi belaka. Ia sadar bahwa segala kebijakan yang dibuat BEM FEB UI tidak mungkin memuaskan semua pihak.
Tulisan ini tidak memuat kritik, opini, maupun solusi dari penulis. Adalah kebebasan pembaca untuk menilai sendiri.
Kontributor: Nabil Rizky, Noverio Cesar, Muhammad Fadhil Firjatullah, Fauzan Kemal Musthofa, Respati Suta Wibawa
Editor: Silvia Adinda
Discussion about this post