“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.” Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945
NKRI sebagai sebuah entitas menampilkan kompleksitas keragaman budaya di dalamnya. Banyaknya suku di Indonesia merupakan sebuah keunggulan dan keunikan yang selalu dibanggakan. Konflik internal dan eksternal masyarakat adat selalu menjadi permasalahan yang jarang mendapatkan titik terang. Suku Mentawai, sebuah suku asli di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat yang selalu mengalah demi kepentingan Bangsa. Kebijakan dan tradisi adalah hal yang sering kali tidak berjalan beriringan.
Lahirnya Mentawai
Mentawai merupakan salah satu suku tertua di Indonesia. Para nenek moyang orang Mentawai adat diyakini telah bermigrasi pertama ke wilayah kepulauan di lepas pantai barat Sumatera antara 2000–500 tahun Sebelum Masehi (SM). Inggris menjadi negara pertama yang mencampuri kehidupan Mentawai pada pertengahan 1700, lalu diklaim oleh Belanda saat masa penjajahan pada tahun 1964 di bawah kedaulatan Hindia Timur. Hubungan Belanda–Mentawai tersebut berjalan relatif baik dengan membiarkan masyarakat mempraktikkan budaya, seperti Arat Sabulungan. Mentawai resmi bergabung menjadi bagian Indonesia pada tahun 19501Yayasan Pendidikan Budaya Mentawai. (2012, June 30). Sejarah. Suku Mentawai. http://www.sukumentawai.org/id/sejarah/.
Pelestarian Budaya dan Ekologi Alam
Tradisi dan kegiatan masyarakat adat Mentawai berpusat pada kegiatan berkebun, berburu, meramu dan menangkap ikan. Kepercayaan asli suku Mentawai, Arat Sabulungan, meyakini bahwa segala yang ada di alam terdapat roh nenek moyang yang menjaga alam dan membantu mereka sehari-hari. Keyakinan tersebut diwujudkan dengan penghargaan kepada daun atau lebih luasnya pohon dan hutan, yang merupakan tempat dewa-dewa sehingga harus dihormati agar tidak timbul bencana2Ramadhan, Sultan Fairuzy. “Potensi pengembangan tradisi etnobotani sebagai ekowisata berkelanjutan: studi kasus Suku Mentawai di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai.” Jurnal Pro-Life 4.2 (2017): 364-375..
Adat mengakar masyarakat Mentawai dilarang untuk menebang pohon tanpa perizinan kepala suku. Rumah yang tahan akan gempa juga mereka buat dengan sangat efektif3Munandar, Anis, et al. “Keragaman Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Suku Mentawai Di Kawasan Wisata Bahari Pulau Siberut.” Menara Ilmu 16.1 (2022).. Mereka sadar betul apa yang mereka lakukan kepada alam maka akan berdampak dan berbalik kepada mereka sendiri.
Pesona alam dan potensi etnobotani terhadap ekowisata berkelanjutan merupakan hal yang harus terus ditelisik dan dikembangkan. Pemanfaatan kekayaan alam dan budaya tidak hanya tentang menebang pohon untuk membuat kerajinan semata. Masyarakat Mentawai adat dalam masih belum bisa menjadikan kebudayaan mereka sebagai potensi ekowisata mengingat sakralnya penjagaan keberadaan alam.
Mentawai dan Modernisasi
Sebagian masyarakat suku Mentawai yang sudah terkena dampak modernisasi dan globalisasi mulai terbuka dengan dunia luar. Tidak hanya berkebun, berburu, meramu, dan menangkap ikan, mereka juga mulai melakukan kegiatan perdagangan dan industri. Secara geografis, Kepulauan Mentawai memiliki wilayah laut dan pantai yang cukup luas. Hal ini menjadikan wilayah tersebut potensial sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Meskipun belum dimanfaatkan secara optimal, masyarakat suku Mentawai sudah mulai melakukan ekspor hasil laut. Menurut keterangan salah satu eksportir dalam keterangannya di sumatra.bisnis.com, kualitas lobster di Mentawai lebih bagus daripada kualitas di Padang4Hendra, M. N. (2023, November 29). Ekspor Lobster Laut di Sumbar Lesu. Bisnis.com. https://sumatra.bisnis.com/read/20231129/534/1719254/ekspor-lobster-laut-di-sumbar-lesu.
Selain hasil laut, kekayaan hutan Mentawai juga sangat melimpah. Durian merupakan salah satu komoditi yang paling unggul di Mentawai5Daging Durian Mentawai Jadi Komoditi Ekspor. (2020, January 28). Www.mentawaikita.com. https://www.mentawaikita.com/baca/3833/daging-durian-mentawai-jadi-komoditi-ekspor. Ketika musim panen, pemberdayaan Masyarakat untuk memproduksi durian kupas terserap optimal. Meskipun kegiatan perekonomian mereka sudah cukup baik, mereka tidak bisa menjalankan kegiatan produksi dan pendistribusian secara mandiri. Pihak swasta dan masyarakat daerah sekitar Mentawai yang lebih memanfaatkan potensi tersebut.
Akses kepulauan Mentawai yang relatif jauh dari Pulau Sumatera mengakibatkan pasokan listrik di daerah tersebut masih sangat minim. Di dalam kepulauan Mentawai kita dapat menemukan beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) namun masih kurang untuk memenuhi kebutuhan Masyarakat disana6Saturi, S. (2023, October 9). Sebagian Warga Mentawai Pakai Energi Matahari di Tengah Keterbatasan. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2023/10/09/sebagian-warga-mentawai-pakai-energi-matahari-di-tengah-keterbatasan.
Minimnya fasilitas ini juga berpengaruh kepada Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Fasilitas kesehatan cukup sulit untuk beroperasi di malam hari. Tidak hanya itu, kualitas pendidikan yang ada di kepulauan tersebut pun masih sangat tertinggal. Sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk menikah di usia dini dibandingkan mengenyam pendidikan.
Buruknya fasilitas publik di Mentawai, serta modernisasi yang tak terhindarkan menandakan tidak terpenuhinya hak-hak masyarakat adat sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Potensi daerah yang ada juga sulit dimanfaatkan secara optimal karena edukasi dan teknologi yang sangat minim. Seharusnya masyarakat suku asli Mentawailah yang menerima secara langsung hasil dari alam yang mereka jaga dan kelola selama ini.
Mentawai dan Pemerintah
Sejak zaman Orde Lama ketika Mentawai baru bergabung dengan Indonesia, konflik antara pemerintah pusat dengan masyarakat Mentawai terus ada hingga saat ini. Visi dan misi seakan tak pernah satu arah. Hak seperti hanya kalimat penyempurna syair. Kebebasan tidak pernah Mentawai dapatkan. Dipaksa meninggalkan kepercayaan Arat Sabulungan hingga diusir dari rumah mereka.
Pada masa orde lama, semua orang dipaksa untuk menganut lima agama yang diakui oleh pemerintah hingga terjadi kekerasan dan pembantaian. Pada masa orde baru mereka dipaksa untuk pergi dari tanah leluhur. Hal tersebut bahkan lebih kejam dibandingkan ketika Belanda menguasai daerah kepulauan Mentawai tersebut. Setelah pengusiran, hutan Sipora Utara dan Pagai Selatan mulai dibabat oleh swasta7Yayasan Pendidikan Budaya Mentawai. (2012, June 30). Sejarah. Suku Mentawai. http://www.sukumentawai.org/id/sejarah/.
Tidak berhenti disitu, pada Selasa (28/3/2023) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan izin kepada PT Permata Sipora menebang hutan alam untuk pembukaan lahan8Dyantoro, S. (2023, August 10). Hutan Pulau Sipora Mentawai Sumbar Terancam Penebangan Skala Besar. Tempo. https://tekno.tempo.co/read/1757981/hutan-pulau-sipora-mentawai-sumbar-terancam-penebangan-skala-besar. Padahal, daerah tersebut sudah menjadi langganan banjir akibat hutan di hulu yang dieksploitasi dan dibuka untuk penanaman bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm). Pembukaan tersebut terjadi pada tahun 2018 dengan tujuan membangun tiga PLTBm di Kepulauan Mentawai. Namun, pada tahun 2022 seluruh PLTBm berhenti total9Saturi, S. (2023a, January 12). Nasib Pembangkit Biomassa Bambu di Mentawai. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2023/01/12/nasib-pembangkit-biomassa-bambu-di-mentawai/.
Realitas yang terjadi di Kepulauan Mentawai memicu pertanyaan mengenai upaya pemerintah untuk menjaga dan merawat kekayaan Indonesia. Pemerintah seolah hanya memiliki dua pilihan, menjaga kekayaan Indonesia atau membuat para kerah putih menjadi kaya.
UU Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Provinsi Sumatera Pasal 5 menjelaskan bahwa, “Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik yaitu adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat.” Ayat tersebut menyiratkan pengabaian terhadap kebudayaan masyarakat Mentawai karena tidak dipertimbangkannya kebudayaan Mentawai sebagai adat dan budaya di Provinsi Sumatera Barat10Febrianti. (2022, September 15). Undang-Undang baru Sumatera Barat dan tuduhan diskriminasi “yang menyakitkan” terhadap suku Mentawai. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cyx5kjre9dqo. Pemerintah seolah hanya ingin mengambil alih rumah dan menelantarkan sang tuan rumah.
Akulturasi dan Asimilasi dalam Kehidupan Masyarakat Mentawai Modern
Deras arus globalisasi tidak membuat Mentawai menjadi tertutup terhadap modernisasi. Perubahan sosial masyarakat Mentawai mengubah cara hidup keseharian mereka. Proses akulturasi, yaitu unsur-unsur dari budaya asing bercampur dengan kebudayaan lokal, sudah banyak terjadi.
Kejadian pada masa Orde Lama terhadap suku Mentawai menjadi awal dari percampuran kebudayaan modern dari “pihak luar”. Kehidupan masyarakat Mentawai juga bisa dikatakan cukup terbuka dan menerima pendatang sehingga modernisasi mudah masuk ke dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Ajaran kepercayaan Arat Sabulungan mengenai perlakuan terhadap sesama makhluk hidup menjadikan masyarakat adat Mentawai memiliki sikap toleransi yang sangat baik. Toleransi dan keterbukaan tersebut dapat dilihat dari munculnya perkawinan campuran. Saat ini, jumlah masyarakat yang masih memegang teguh kepercayaan Arat Sabulungan kian mengikis11Samarurok, Heribertus, Ideal Putra, and Nurman Nurman. “Pembauran Masyarakat Pendatang dengan Masyarakat Lokal Suku Mentawai.” Journal of Civic Education 6.1 (2023): 1-13.. Modernisasi sudah mengikis nilai nilai kebudayaan dan tradisi nenek moyang Suku Mentawai.
Masa Depan Mentawai
Kini, pertanyaan besar adalah tentang komitmen pemerintah untuk menjaga kekayaan alam dan budaya masyarakat Mentawai yang sudah mulai hilang tergerus modernisasi dan globalisasi. Nilai-nilai tradisi nenek moyang seolah tidak relevan saat ini. Modernisasi dan tradisi seolah selalu bertolak belakang. Tradisi dianggap selalu terbelakang. Nyatanya, nilai-nilai kebudayaan Nusantara memiliki pemahaman intrinsik yang lebih luas, bukan sekadar ghaib semata. Merawat kekayaan bukanlah hal yang mudah dan murah. Pada akhirnya, lestari budaya nan kaya adalah tentang pemerintah.
Terkadang, kata-kata pemerintah tentang kekayaan budaya kita terdengar luar biasa, tetapi ironisnya, tindakan mereka menunjukkan sesuatu yang berbeda. Meskipun mereka bersuara bangga akan keragaman suku dan budaya Indonesia, namun kenyataannya, kebijakan yang diterapkan terkadang justru mengarah pada kerusakan dan penghilangan nilai-nilai kultural yang berharga.
Foto oleh Andrés Brenner
Editor: Muhammad Rafly Fadhly Putra
Referensi
↵1, ↵7 | Yayasan Pendidikan Budaya Mentawai. (2012, June 30). Sejarah. Suku Mentawai. http://www.sukumentawai.org/id/sejarah/ |
---|---|
↵2 | Ramadhan, Sultan Fairuzy. “Potensi pengembangan tradisi etnobotani sebagai ekowisata berkelanjutan: studi kasus Suku Mentawai di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai.” Jurnal Pro-Life 4.2 (2017): 364-375. |
↵3 | Munandar, Anis, et al. “Keragaman Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Suku Mentawai Di Kawasan Wisata Bahari Pulau Siberut.” Menara Ilmu 16.1 (2022). |
↵4 | Hendra, M. N. (2023, November 29). Ekspor Lobster Laut di Sumbar Lesu. Bisnis.com. https://sumatra.bisnis.com/read/20231129/534/1719254/ekspor-lobster-laut-di-sumbar-lesu |
↵5 | Daging Durian Mentawai Jadi Komoditi Ekspor. (2020, January 28). Www.mentawaikita.com. https://www.mentawaikita.com/baca/3833/daging-durian-mentawai-jadi-komoditi-ekspor |
↵6 | Saturi, S. (2023, October 9). Sebagian Warga Mentawai Pakai Energi Matahari di Tengah Keterbatasan. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2023/10/09/sebagian-warga-mentawai-pakai-energi-matahari-di-tengah-keterbatasan |
↵8 | Dyantoro, S. (2023, August 10). Hutan Pulau Sipora Mentawai Sumbar Terancam Penebangan Skala Besar. Tempo. https://tekno.tempo.co/read/1757981/hutan-pulau-sipora-mentawai-sumbar-terancam-penebangan-skala-besar |
↵9 | Saturi, S. (2023a, January 12). Nasib Pembangkit Biomassa Bambu di Mentawai. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2023/01/12/nasib-pembangkit-biomassa-bambu-di-mentawai/ |
↵10 | Febrianti. (2022, September 15). Undang-Undang baru Sumatera Barat dan tuduhan diskriminasi “yang menyakitkan” terhadap suku Mentawai. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cyx5kjre9dqo |
↵11 | Samarurok, Heribertus, Ideal Putra, and Nurman Nurman. “Pembauran Masyarakat Pendatang dengan Masyarakat Lokal Suku Mentawai.” Journal of Civic Education 6.1 (2023): 1-13. |
Discussion about this post