Pada Selasa (28/2), elemen masyarakat yang terdiri dari beragam serikat buruh, penggiat lingkungan, lembaga bantuan hukum, pengemudi transportasi daring, petani, nelayan, hingga mahasiswa bersatu atas nama “Protes Rakyat Indonesia” untuk menyerukan Aksi Nasional Tolak dan Cabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.
Ribuan masyarakat tersebut melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung MPR RI dengan sebelumnya melakukan longmarch dari Taman Ria Senayan. Longmarch dihiasi dengan beragam poster dan spanduk yang menyatakan penolakan masyarakat atas Perppu tersebut. Selain itu, gerakan ini juga mengajak masyarakat untuk menaikan tiga tagar sebagai bentuk perlawanan, yaitu #ultimatumrakyat #protesrakyatindonesia #cabutperputiputipu.
Bukan itu saja, terdapat juga atribut aksi simbolis, seperti keranda dan tumpeng yang dipapah sebagai bentuk kekecewaan masyarakat atas sikap pemerintah, baik itu presiden maupun wakil rakyat yang dianggap tidak pro dengan kepentingan rakyat.
Buruh-Mahasiswa-Lingkungan dalam Pusaran Perppu Cipta Kerja
Sesampainya di depan Pagar Gedung MPR RI, pimpinan aksi massa mulai melontarkan orasi mengenai dampak-dampak negatif yang dirasa sangat multidimensional dan berpengaruh terhadap sebagian besar elemen masyarakat.
Tujuan utama Ciptaker (sebutan untuk Perppu Cipta Kerja) untuk meningkatkan investasi dan lapangan pekerjaan dianggap sebagai ilusi semu karena pemodal mendapatkan keuntungan tertinggi dengan mengorbankan hak-hak masyarakat. Kendati telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan mesti diubah, isi dalam Perppu Cipta Kerja tidak berbeda jauh dengan UU Cipta Kerja yang telah ditolak MK.
Dari sisi buruh, Ciptaker dianggap sangat meresepsi hak-hak mereka, seperti penentuan upah minimum, kebijakan outsourcing, dihilangkannya cuti panjang, pesangon, perjanjian waktu kerja, PHK, serta tenaga kerja asing. Tanpa Perppu pun sebenarnya penderitaan rakyat atau buruh secara umum sudah sangat sangat nyata terjadi, khususnya di kawan-kawan buruh itu sendiri.
“Ribuan buruh ter-PHK tanpa kepastian yang jelas, belum lagi perpindahan perusahaan-perusahaan dari kawasan industri ke Jawa Tengah, Jepara, dan sebagainya. Otomatis ini kan membuat satu situasi yang lebih parah bagi buruh itu sendiri,” jelas Ade, Ketua KASBI Tangerang Selatan. Ia juga menjelaskan kepastian kenaikan pekerja tidak tetap menjadi tetap yang awalnya hanya satu tahun sekarang bisa diperpanjang menjadi lima tahun.
Perppu tersebut dinilai memiliki dampak negatif terhadap semangat akademis yang semakin memudar di kalangan mahasiswa. Tidak sampai di situ, Beni selaku Komite Nasional Serikat Mahasiswa Indonesia menyebutkan bahwa riset dalam pendidikan direduksi hanya untuk kepentingan pasar dan korporasi.
“PTN BH (Badan Hukum) yang akan memberikan praktik kepada kampus-kampus untuk mencari dana nya sendiri, sehingga membuat mereka berlomba mencari keuntungan, seperti kenaikan UKT yang terus terjadi dan jual-beli gelar doktoral,” jelas Beni.
Penerapan Perppu ini juga menunjukkan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan perekonomian dibandingkan dengan kualitas lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan sangat tidak seimbang, dengan masyarakat termarjinalkan memikul beban yang lebih berat.
“Perppu memberikan royalti 0% untuk pertambangan. Pertambangan itu kan sebenarnya industri ekstraktif, dia mengeruk sesuatu dari dalam, dikeruk habis-habisan. Sektor batu bara misalkan, habis dikeruk dia (batu bara) dibakar sebagai bahan bakar PLTU, jelas ini menyebabkan pemanasan global semakin meningkat, jelas ini gak pro-rakyat,” terang Belgis, Koordinator Hutan Greenpeace Indonesia.
Pemanasan global akibat Perppu juga berpotensi terjadi, tercermin dari pasal 110 mengenai pengampunan untuk pengusaha perkebunan. Pengusaha hanya perlu memperbaiki kawasan hutan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan tanpa adanya hukuman pidana.
“Jadi, dia (pengusaha perkebunan) dikasih ampunan padahal itu kawasan hutan yang sudah deforestasi, sehingga menyebabkan krisis iklim. Melepaskan satu kawasan tanah itu pasti butuh ngobrol dong dengan yang punya tanah, bikin konflik agraria semakin menjadi,” tegas Belgis.
Ketika masyarakat kehilangan tanah, tidak hanya tanah yang hilang, banyak pengetahuan masyarakatnya akan daerahnya sendiri itu hilang, sehingga budaya dan dinamika sosial masyarakat, khususnya untuk generasi mendatang akan terdisrupsi.
Inkonstitusionalitas Pengesahan Perppu Cipta Kerja
Selain dampak yang buruk, pengesahan Perppu Cipta Kerja ini dihiasi dengan sejumlah kejanggalan dan pelanggaran inkonstitusional oleh pemerintah. Pertama, asalan kegentingan sebagai justifikasi penerbitan Perppu tidak diterima.
“Alasan pemerintah menerbitkan Perppu karena untuk menghadapi krisis iklim sangat bertolak belakang dengan isinya (Perppu) yang tidak pro sama sekali terhadap krisis lingkungan yang dibilang,” tegas Belgis.
Selain masalah lingkungan, janji untuk membuka sejuta lapangan pekerjaan dengan banyaknya investasi asing masuk ternyata tidak banyak dirasakan masyarakat.
Kedua, terkait inkonstitusionalitas dari Perppu itu sendiri. Alih-alih memperbaiki UU Cipta Kerja, pemerintah dengan dalih kegentingan mengesahkan Perppu yang sangat mencurigakan.
“Tiba-tiba nih tanggal 30 Desember 2022, kita enak-enakan liburan kan, presiden ngeluarin Perpu cipta kerja. terus kerita ketika di cek pasal-pasalnya ternyata secara garis besar ga beda jauh dengan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional,” heran Belgis.
Keanehan juga terjadi lantaran DPR RI sama sekali tidak membahas dan mengesahkan Perppu dalam sidang terdekat mereka setelah dikeluarkannya Perrpu tersebut.
Perppu yang dikeluarkan harus disidangkan oleh DPR di jadwal sidang terdekat yang artinya paling dekat dari 30 desember itu ada di tanggal 10-16 Januari. Namun, sampai saat ini pembahasan Perppu dalam sidang tidak dilakukan,” jelas Beni.
Partisipasi Aktif Generasi Muda
Generasi muda, khususnya mahasiswa diharapkan juga sadar terkait bahaya yang ditimbulkan dari pengesahan Perppu ini. Perppu ini tidak hanya berefek dalam jangka pendek, tetapi justru akan lebih besar di jangka panjang yang pastinya membebani muda mudi mendatang.
“Aku pengen ngajak temen-temen muda untuk ikut menyuarakan permasalahan ini, Perppu ini merupakan pertarungan kita semua. Sebagai orang muda kita harus mempertahankan diri dan generasi selanjutnya, kalau gak gitu, siapa yang akan mengontrol mereka (pemerintah)? Mereka kita proses sebegini banyak aja, ga ada loh yang mereka lakukan, apalagi jika kita nggak melakukan apapun,” pesan Belgis.
Mahasiswa sebagai bagian dari akademisi juga diharapkan untuk membaca, mengkaji, serta terus mengawal isu-isu bermasalah dalam Perppu ini.
“Kawan-kawan mahasiswa adalah calon pekerja dan Perppu ini melemahkan posisi pekerja. Aku merasa mahasiswa masih belum maksimal dalam mengawal isu ini. Karenanya kami (SMI) akan memobilisasi mahasiswa di seluruh Indonesia lebih besar lagi, mengingat aksi demonstrasi besar mahasiswa terakhir saat penolakan Omnibus Law 2020,” pungkas Beni.
Editor: Tara Saraswati dan Anindya Vania
Discussion about this post