Berbaring di tempat tidur, seorang mahasiswa dengan lelah membuka mata sembari melihat handphonenya yang menunjukkan waktu pukul delapan tepat. Ia kemudian bergegas menyalakan laptop yang ditinggal tidur saat menonton serial Netflix semalam dan membuka EMAS untuk kelas. Setelah memastikan bahwa namanya sudah terabsen, mahasiswa tersebut lalu kembali menutup mata dan tertidur. Toh materi yang diajarkan oleh dosen ada banyak juga di Youtube bahkan dengan kualitas yang lebih baik, buat apa ia mendengarkan dosen di kelas?
Di atas adalah salah satu pengalaman dari ribuan mahasiswa yang sedang menjalankan pembelajaran jarak jauh selama masa karantina Covid-19. Contohnya di Universitas Indonesia, PJJ telah dijalankan sekiranya selama lebih dari satu bulan dan proses transisi dari pembelajaran offline menuju online tidak semulus yang diharapkan. Mulai dari platform pembelajaran online milik UI yaitu EMAS (E-learning Management System) yang server-nya tidak kuat menahan beban penggunaan banyaknya mahasiswa yang menjadi salah satu penyebab permasalahan dalam implementasi UTS secara daring dan soal-soal ujian yang jauh diluar ekspektasi mahasiswa, hingga minimnya bantuan dari pihak kampus untuk mengakses kelas yang tidak menggunakan EMAS seperti Microsoft Teams, Google Meets, dan Zoom. Walaupun implementasi PJJ belum berjalan sempurna secara menyeluruh, kesempatan ini menunjukkan kepada banyak orang potensi yang dimiliki oleh pembelajaran secara online.
Munculnya Online Learning
Pengalaman pembelajaran jarak jauh ini menjadi pengalaman pertama bagi banyak orang untuk merasakan pembelajaran online. Walaupun begitu, pembelajaran online sebenarnya sudah ada sejak awal mula Internet modern, dengan kuliah online pertama muncul pada tahun 1982 ketika Western Behavioral Sciences Institute di La Jolla, California membuka studi Management and Strategic Studies dan menggunakan internet untuk memberikan pembelajaran kepada pihak eksekutif dalam bisnis dengan jarak jauh 1Rowan, R. and Feenberg, A. (1983). Building a Global Network: The WBSI Experience. Global Networks: Computerizing the International Community, MIT Press, pp.185–197.. Kemudian pada tahun 2000, 8% mahasiswa di Amerika Serikat mulai terdaftar sebagai partisipan pembelajaran online dan jumlah tersebut terus bertambah menjadi 20% pada tahun 2008 dan 30% pada tahun 2013. 2Ed.gov. (2015). The NCES Fast Facts Tool provides quick answers to many education questions (National Center for Education Statistics). [online] Available at: https://nces.ed.gov/fastfacts/display.asp?id=80. 3Radford, A.W. and Weko, T. (2011). Learning at a Distance: Undergraduate Enrollment in Distance Education Courses and Degree Programs. U.S. Departments of Education.
Secara umum, sistem pembelajaran online dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu asynchronous dan synchronous learning. Sistem asynchronous learning memungkinkan pembelajaran yang tidak terikat pada satu waktu, sehingga memberikan kebebasan bagi murid untuk menentukan kapan mereka ingin belajar dan membuka akses pembelajaran ke siapapun dan dimanapun asalkan memiliki koneksi Internet yang memadai. Sedangkan synchronous learning adalah sistem pembelajaran yang memungkinkan murid mempelajari sebuah materi pada waktu yang bersamaan, layaknya kelas offline. Menggunakan aplikasi video conference seperti Zoom dan Google Meet, siapapun yang memiliki koneksi internet dapat merasakan proses pembelajaran ini layaknya di kelas pada umumnya.
Salah satu contoh sistem pembelajaran online di tingkat kuliah dapat dilihat di edX, yaitu sebuah platform MOOC (Massive Open Online Course) dengan sistem asynchronous learning yang terbuka untuk siapa saja dalam jumlah banyak. Didirikan oleh MIT dan Harvard pada tahun 2012, edX menyediakan berbagai kelas berisi materi dari 140 lebih kampus, organisasi nirlaba, dan perusahaan ternama seperti Microsoft dan IBM. Keberadaannya memberikan kesempatan pada siapapun untuk belajar materi tingkat dunia dengan kecepatan belajar masing-masing 4https://www.edx.org/about-us. Selain itu, banyak juga kampus yang telah menyediakan kuliah mereka dalam bentuk online seperti Stanford Online5https://online.stanford.edu/about-us/stanford-credentials atau Harvard Online6https://online-learning.harvard.edu/, dan apabila membutuhkan, siapa saja yang telah menyelesaikan kuliah juga mendapat gelar yang tidak kalah prestisius dengan kelas offline.
Selain materi akademik, pembelajaran online juga membuka pintu terhadap berbagai keterampilan lain yang bersifat non-akademik. Platform seperti Coursera 7https://www.coursera.org/ dan Udemy 8https://www.udemy.com/ menyediakan pelatihan berbayar untuk banyak keterampilan tak hanya programming dan desain grafis yang berhubungan dengan komputer, tapi juga keterampilan lainnya seperti merajut, memasak, dan fotografi. Sedangkan website lainnya seperti CodeCademy 9https://www.codecademy.com/ dan KhanAcademy 10https://www.khanacademy.org/ menyediakan materi gratis yang dapat diakses kapanpun oleh siapapun, baik itu keterampilan maupun akademik. Keterampilan ini dibekali dengan sertifikasi yang semakin dicari oleh banyak perusahaan, terutama start-up.
Kondisi Kuliah Online di FEB UI
Dengan adanya Covid-19 dan himbauan untuk melakukan physical distancing, UI dan banyak kampus lain di dunia “dipaksa” untuk bereksperimen dengan sistem pembelajaran online. Menggunakan sistem pembelajaran online yang sudah dimiliki UI dalam bentuk EMAS, kesempatan terbuka lebar bagi para pengajar untuk bereksperimen dan mencoba mengimplementasikan Asynchronous learning dalam proses belajar murid. Walaupun begitu, sebagian besar dosen masih terperangkap dalam paradigma lama yang mewajibkan pengajar untuk menumpahkan informasi yang ia miliki kepada murid-murid yang ada.
Dalam teori belajar pedagogi tradisional, tiga teori besar menjadi dasar proses pendidikan dijalankan. Teori pertama adalah behaviorism, sebuah teori yang berusaha untuk memprediksi dan mengontrol perilaku seseorang. Berdasarkan pemikir seperti Ivan Pavlov 11William Moore, J. and Irving Smith, W. (1966). Conditioning and Instrumental Learning: A Program for Self-instruction. New York: McGraw-Hill Book Company, pp.52–61 dan B.F. Skinner 12Skinner, B.F. (1974). About Behaviorism., behaviorism percaya bahwa semua hal dapat dipelajari berdasarkan stimulus dan reaksi. Teori tersebut berfokus pada bagaimana seorang murid bereaksi terhadap stimulus berulang yang memberikan hasil yang konsisten dan dapat direplikasi kepada individu lain. Penerapan teori ini dapat dilihat dan dirasakan dalam sistem pembelajaran konvensional dimana murid dilihat sebagai kertas kosong yang perlu “diisi”. Kelas dan ujian diadakan sebagai sebuah stimulus yang mendorong murid untuk berperilaku seperti yang diinginkan, layaknya pabrik. Banyak yang mengkritik behaviorism karena sudut pandangnya yang terkesan satu dimensi dalam memahami perilaku manusia tanpa memperhatikan hal-hal lain yang lebih abstrak seperti niat dan perasaan 13Moore, J. (2013). Methodological behaviorism from the standpoint of a radical behaviorist. The Behavior Analyst, 36(2), pp.197–208..
Teori berikutnya adalah cognitivism yang muncul sebagai reaksi terhadap sudut pandang behaviorism yang sangat sempit pada stimulus dan reaksi. Teori cognitivism melihat bahwa ada sebuah proses dalam otak, baik itu motivasi dan imajinasi, yang menjembatani stimulus dari lingkungan dan reaksi murid. Salah satu pemikir cognitivism, Benjamin Bloom, menekankan pentingnya kemampuan analisis dan pemecahan masalah (High Order Thinking Skills) yang dalam waktu belakangan ini sedang menjadi diskusi terutama pada calon mahasiswa yang ingin masuk ke perguruan tinggi. Bloom juga membagi proses berpikir tersebut menjadi enam elemen yang menggambarkan keterampilan berpikir murid 14Blyth, W.A.L., Bloom, B.S. and Krathwohl, D.R. (1966). Taxonomy of Educational Objectives. Handbook I: Cognitive Domain. British Journal of Educational Studies, 14(3), p.119.:
Sebagai respons dari behaviorism dan cognitivism, muncul teori ketiga yaitu constructivism, yang menggambarkan proses pendidikan sebagai interaksi sosial yang kompleks antara guru dan murid. Salah satu pemikir constructivism, Lev Vygotsky 15Vygotsky, L. (1926). Educational Psychology. Florida: St. Lucie Press., menyatakan bahwa proses belajar adalah hubungan antara murid, guru, dan sebuah masalah yang perlu diselesaikan. Tugas guru adalah untuk menciptakan lingkungan dimana sang murid mendapatkan ilmu yang cukup untuk memecahkan masalah tersebut. Sama halnya dengan John Dewey 16Dewey, J. (1968). Democracy and education. New York: Free Press. yang melihat pembelajaran sebagai sekumpulan interaksi sosial dimana murid belajar dengan cara mengerjakan, berkolaborasi, dan merefleksikannya dengan orang lain. Teori ini merupakan salah satu landasan dari student based learning yang sedang didorong oleh UI. Mengadaptasi dari filsafat bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, teori ini menekankan pendidikan yang berpihak kepada anak dan memberikan kebebasan bagi anak untuk mempelajari apa yang diinginkan 17Darmawan, I.P. (2016). Pandangan dan Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara..
Walaupun UI mendorong agar proses pembelajaran bisa menjadi student based learning, sebelumnya belum ada insentif untuk mendobrak sistem yang sudah ada dan bergerak kepada sistem yang lebih baru. Dengan adanya peristiwa Covid-19 ini, dosen dan kampus seharusnya dapat menggunakan momentum PJJ sebagai cara untuk memodernisasikan sistem pendidikan yang sudah sepuh. Sayangnya, PJJ sekarang hanya menjadi stopgap selama masa karantina. Contohnya di FEB UI, dosen yang cukup melek teknologi memilih untuk memindahkan pembelajaran dari ruang kelas ke ruang kelas online menggunakan Zoom dan Google Meet, sedangkan dosen yang tidak siap memutuskan untuk menumpahkan tugas dengan pemikiran bahwa jumlah tugas berkorelasi positif dengan pembelajaran. Tentu saja ada outlier dalam sistem apapun. Ada dosen yang sudah terbayang cara menjalankan asynchronous learning dan menyediakan materi yang dapat dipelajari oleh mahasiswanya dengan kecepatan masing-masing. Materi tersebut biasanya campuran dari video Youtube dan file presentasi yang digunakan di kelas. Waktu yang biasa digunakan untuk kelas digunakan untuk sesi diskusi agar mahasiswa dapat bertanya materi yang mereka belum mengerti.
Buat Apa Kuliah Offline?
Perlu dipahami bahwa akan ada mahasiswa yang merasa tidak cocok dengan sistem pembelajaran online. Baik itu karena terbiasa sekolah formal selama 12 tahun yang tidak dapat diubah lagi, maupun karena lebih nyaman untuk bertemu langsung dengan guru yang sedang mengajar. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa sistem pembelajaran online tidak kalah dengan pembelajaran offline, bahkan kepuasan terhadap pembelajaran online lebih tinggi dari pembelajaran offline 18Broida, J. (2012). LEARNER-CENTERED MODEL IS COST-EFFECTIVE. [online] Online Learning Consortium. Available at: http://sloanconsortium.org/effective_practices/learner-centered-model-cost-effective.. Satu studi membandingkan dua bagian dari sebuah kelas, satu kelompok diajar secara online dan menggunakan asynchronous learning; satu kelompok lain diajar secara offline/tatap muka. Dengan pengajar yang sama dan menggunakan instruksi yang sama, hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai tes, hasil tugas, nilai partisipasi, dan nilai akhir, walaupun nilai rata-rata pembelajaran online sedikit lebih tinggi. Sembilan puluh enam persen dari murid merasa bahwa belajar secara online sama efektif bahkan lebih efektif daripada belajar tatap muka. 19Neuhauser, C. (2002). Learning Style and Effectiveness of Online and Face-to-Face Instruction. The American Journal of Distance Education.
Studi dari U.S. Department of Education juga menunjukkan bahwa murid yang mengikuti kelas online secara penuh memiliki rata-rata performa yang lebih baik dibandingkan mereka yang mengambil kelas yang sama melalui institusi tatap muka. Perbedaan tersebut terlihat lebih besar pada proses pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif dibandingkan individu 20B Means, Y Toyama, R Murphy, M Bakia, K Jones, Sri International and United States. Department Of Education (2009). Evaluation of evidence based practices in online learning : a meta analysis and review of online learning studies. Washington D.C.: U.S Department Of Education.. Pengamatan lain dari 86 studi yang menggunakan data dari 15,000 lebih murid menunjukkan bahwa murid yang aktif pada pembelajaran online lebih baik secara akademik dari murid yang belajar melalui tatap muka. 21Shachar, M. and Neumann, Y. (2003). Differences Between Traditional and Distance Education Academic Performances: A Meta-Analytic Approach. The International Review of Research in Open and Distributed Learning, 4(2)..
Lalu, apabila kuliah online sudah bisa memenuhi kebutuhan intelektual, untuk apa ada kuliah offline? Terdapat empat argumen utama yang mendukung pentingnya kuliah offline yang akan didiskusikan disini, yakni organisasi dan kepanitiaan, dosen, pertemanan, dan fasilitas.
Argumen pertama mengenai perlunya kuliah offline adalah kesempatan untuk berorganisasi dan menjadi panitia pada kegiatan kampus non-akademik. Riset menunjukkan bahwa organisasi sangat berpengaruh dalam proses perkembangan seorang mahasiswa, baik itu secara psikologis maupun akademis 22Moore, L., Mcgann, Wyrick, Terenzini, Pascarella and Blimling (2006). Effects of Involvement in Clubs and Organizations on the Psychosocial Development of First-Year and Senior College Students. NASPA Journal, [online] 43(1). Available at: https://www.albany.edu/involvement/documents/effects_of_involvement.pdf. Tidak hanya organisasi dan kepanitiaan yang ada di kampus, terdapat organisasi-organisasi eksternal yang tidak terikat oleh kampus dan tidak kalah prestisius seperti contohnya ShARE atau StudentCatalyst. Lalu juga terdapat banyak acara luar kampus lain yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menjadi bagian dari penyelenggaranya seperti salah satu contohnya adalah IdeaFest.
Selanjutnya adalah ketersediaan ahli dan profesor terkemuka yang tidak dapat diakses di luar lingkungan kampus. Kampus memang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar dari para ahli, namun pada implementasinya tidak semulus itu. Banyak dosen yang mengajar selayaknya guru konvensional. Masuk kelas, berdiri didepan papan tulis, membicarakan materi yang ada di silabus, memberi tugas, lalu pulang. Setidaknya di FEB UI, beberapa dosen yang ahli di bidang masing-masing hanya tersedia di jam kelas. Seringkali, dosen tidak tersedia untuk bertukar pikiran di luar kelas. Dosen yang dapat menerangkan tentang aplikasi nyata dan kelemahan dalam sebuah teori juga dilihat sebagai seorang dosen yang spesial, karena sebagian besar dosen tidak dapat memberikan hal tersebut. Lantas manfaat apa yang akan hilang apabila kuliah dijadikan online?
Argumen selanjutnya adalah pertemanan. Dengan adanya kuliah offline, mahasiswa dapat berteman dengan semua orang yang berada di area kampus dan membangun koneksi yang berguna di masa kerja. Namun apa yang mengatakan bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan secara online? Studi telah menunjukkan bahwa walaupun berbeda, pertemanan yang terbentuk secara online tidak kalah dengan pertemanan yang terbentuk secara offline 23Chan, D.K.-S. and Cheng, G.H.-L. (2004). A Comparison of Offline and Online Friendship Qualities at Different Stages of Relationship Development. Journal of Social and Personal Relationships, 21(3), pp.305–320.. Grup online yang dibangun berdasarkan ketertarikan dan minat bisa mempermudah orang untuk mencari dan membangun pertemanan yang lebih nyata, dan kebebasan yang diciptakan melalui internet dapat memberikan kesempatan pada mereka yang lebih pemalu untuk mendapatkan lebih banyak teman. Walaupun begitu, perlu diakui bahwa terdapat sebagian orang yang membutuhkan pertemanan fisik yang hanya dapat dibangun melalui interaksi secara fisik.
Yang terakhir adalah fasilitas yang tersedia di kampus. Memang ada beberapa fasilitas yang jauh lebih sulit untuk digantikan oleh kuliah online seperti laboratorium untuk jurusan kesehatan dan ilmu pengetahuan alam, namun ada juga fasilitas lain yang dapat disubstitusi dengan fasilitas online. Salah satu contohnya adalah perpustakaan, yang mulai berubah fungsi dari pusat sumber pengetahuan menjadi sarana belajar dengan internet menjadi sarana sumber ilmu. Buku dan materi yang dimiliki perpustakaan dapat didigitalisasi, memberikan akses terhadap informasi tersebut kapanpun dan dimanapun dibutuhkan bagi yang dapat mengakses. Hal ini sudah diimplementasikan sebagian oleh UI melalui situs remote-lib.ui.ac.id, namun masih banyak materi-materi lain yang ada di kampus yang dapat digantikan dengan fasilitas online. Empat argumen tersebut menggambarkan bagaimana kecilnya keunggulan komparatif kuliah offline dibandingkan kuliah online, belum dengan membandingkan biaya yang diperlukan oleh kuliah offline dengan kuliah online.
Gelar Bukanlah Ilmu
Walaupun begitu, ada satu aspek yang menjadi kartu as kuliah offline yang belum dapat dikalahkan oleh kuliah online, Gelar dan prestige. Pada saat penulisan artikel ini belum ada kampus online yang memiliki prestige yang setara dengan kampus offline, setidaknya di Indonesia. Hasil penelitian Indonesian Career Center Network melaporkan bahwa sebanyak 87 persen dari mahasiswa di Indonesia merasa salah jurusan, sebagian karena kurangnya pembekalan saat pemilihan prodi namun sebagian juga karena pemilihan yang didasarkan pada kampus yang dinilai memiliki wibawa yang tinggi 24iNews.ID. (2020). Survei: 87 Persen Mahasiswa di Indonesia Salah Jurusan. [online] Available at: https://www.inews.id/news/nasional/survei-87-persen-mahasiswa-di-indonesia-salah-jurusan [Accessed 24 Apr. 2020].. Tidak sedikit anak murid yang bermimpi untuk memiliki jaket kuning khas UI dan bernyanyi keroncong kemayoran di Balairung hanya dengan bayangan bahwa lulus dari UI akan mempermudahnya mencari kerja dan “gengsi” menjadi mahasiswa UI. Nama UI atau kampus-kampus ternama lainnya pada CV seakan bisa memastikan bahwa setidaknya ada kesempatan untuk wawancara.
Fiksasi pada gelar ini menimbulkan berbagai pertanyaan unik tentang alasan mengapa kita belajar di kampus. Apakah universitas tempat bagi mahasiswa untuk mendapatkan ilmu dan memperdalam pengetahuan mereka atau tempat untuk sekedar meningkatkan standar sosial? Sebuah survey dari Excelsior College dan Zogby International mengatakan bahwa 83 persen eksekutif merasa bahwa gelar online sama nilainya dengan gelar tradisional asalkan universitas atau instansi yang mengeluarkannya memiliki reputasi yang mirip 25http://www.cnn.com. (n.d.). Employers on online education – CNN.com. [online] Available at: https://edition.cnn.com/2010/LIVING/worklife/03/29/cb.employers.online.education/ [Accessed 24 Apr. 2020].. Mungkin kampus bergengsi yang telah terbukti sejarahnya dapat bertahan jauh lebih baik dari kampus lainnya, namun apa yang mengatakan bahwa hal tersebut akan tetap berjalan seperti itu?
Saat ini, walaupun sistem pembelajaran online sudah mulai berkembang pada institusi pendidikan tinggi, terutama yang bersejarah dan ternama, mereka masih merasa aman karena fiksasi masyarakat terhadap gelar masih tinggi. Walaupun begitu, tren menunjukkan bahwa dengan meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi maka semakin kecil nilai yang dimiliki oleh sebuah gelar, sehingga menyebabkan terjadinya kebutuhan terhadap keterampilan yang nyata 26(Abel, J.R., Deitz, R. and Su, Y. (2014). Are Recent College Graduates Finding Good Jobs? [online] Available at: https://www.newyorkfed.org/medialibrary/media/research/current_issues/ci20-1.pdf. Oleh karena itu penting bagi perguruan tinggi untuk melihat kembali tujuan utama dari sebuah institusi pendidikan, yaitu untuk mendidik. Organisasi dan kepanitiaan, dosen, pertemanan, fasilitas, bahkan gelar hanyalah sebuah implementasi dari tujuan utama kampus yaitu untuk mendidik dan menyiapkan mahasiswa untuk masa depannya. Ketika tujuan utama ini tidak terpenuhi, maka perguruan tinggi hanya sekedar sumber gengsi dan prestige, sebuah alat untuk signalling, bukan sistem pendidikan yang baik.
Kampus yang lebih relevan
Lalu bagaimana cara bagi kampus untuk mengikuti perkembangan zaman? Kampus perlu fokus kepada kekuatan kuliah offline dan berintegrasi dengan kuliah online agar bisa tetap relevan di masa yang akan mendatang. Salah satu bentuk yang dapat diadopsi adalah adaptasi dari ide Ivan Illich, seorang filsuf pendidikan, yang membicarakan tentang learning web. Ada empat aspek penting yang menjadi pondasi dasar kampus yang lebih relevan yaitu Materi Belajar, Mentor, Teman Diskusi, dan Keterampilan.
Aspek pertama membicarakan tentang ketersediaan atas semua jenis materi yang dapat digunakan untuk proses belajar. Dengan menciptakan repository materi pembelajaran yang bisa diakses kapan saja, kampus dapat bersaing dalam jumlah dan standar kualitas yang sesuai dengan level kampus. Kuliah umum, rekaman kelas dengan dosen, materi asistensi, file presentasi, film, dan semua hal yang dapat disimpan dalam bentuk digital perlu direkam agar dapat dimanfaatkan oleh siapapun kapanpun dibutuhkan. Kampus juga perlu menyediakan laboratorium dan sarana yang dapat digunakan dengan mudah. Sarana tersebut tentu saja boleh dibatasi berdasarkan keterampilan dasar yang diperlukan untuk mengoperasikannya. Namun, tujuannya bukan untuk membatasi siapa yang dapat menggunakan, melainkan untuk memastikan bahwa sarana tersebut dapat tahan lama digunakan oleh siapapun. Saat ini, sistem EMAS yang dimiliki oleh UI sebagian besar hanya menjadi tempat pemberian dan pengumpulan tugas, belum optimal dimanfaatkan sebagai sumber materi belajar.
Berikutnya adalah mentor yang siap untuk menemani proses akademik dan membawa sudut pandang baru terhadap proses belajar mahasiswa. Perbedaan utama dari mentor dan dosen disini adalah posisi mentor yang tidak mengajar materi akademik namun lebih memberi insight serta menunjukkan bagaimana ilmu yang mahasiswa dapat pelajari dari materi belajar yang ada dapat diimplementasikan di dunia nyata dan bagaimana cara mengembangkan cara berpikir tersebut. Dari semua aspek kampus yang lebih relevan, aspek mentor adalah yang paling sulit untuk dilaksanakan karena ada stigma dan kebiasaan lama dari para dosen dan pengajar sehingga perlu waktu untuk menanggulanginya 27Watson, J., Brown, N., Beswick, K. and Wright, S. (2001). TEACHER CHANGE IN A CHANGING EDUCATIONAL ENVIRONMENT.. Peran mentor dalam proses belajar di kampus yang lebih relevan ini penting untuk mendorong dan mengarahkan mahasiswa agar dapat memenuhi tujuannya. Salah satu contoh mentor yang sudah berjalan sekarang adalah proses mentoring mahasiswa baru dengan mentor Orientasi Pengenalan Kampus (OPK) di FEB UI. Selain menjadi teman pertama untuk para mahasiswa baru pada lingkungan baru, mentor OPK juga berperan sebagai pembimbing yang bisa mengarahkan mahasiswa kepada kegiatan yang sesuai dengan kekuatan mereka. Posisi ini seharusnya dijalankan oleh pembimbing akademik, namun saat ini peran pembimbing akademik sebagai penasehat yang dapat mengarahkan mahasiswa dinilai masih kurang baik 28Mulyadi, M. (n.d.). Peran & Fungsi Dosen Penasehat Akademik. [online] Available at: http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Peran-dan-Fungsi-Dosen-Penasehat-Akademik.pdf [Accessed 24 Apr. 2020]..
Aspek ketiga adalah sebuah sistem yang mempermudah pencarian teman diskusi yang setara. Diperlukan sebuah sistem yang memungkin seseorang untuk mendapatkan teman diskusi dalam topik yang ingin didiskusikan, tanpa ada diskriminasi usia, gender, ras, etnis, jurusan, fakultas, dan angkatan. Sistem tersebut bisa sesederhana sebuah mading dimana siapa saja bebas menulis materi yang ingin didiskusikan hingga sebuah sistem machine learning dapat berusaha untuk menyambungkan orang sesuai dengan ketertarikannya. Materi yang menjadi pemicu diskusi bisa berupa hal yang konkret seperti “Pengantar Manajemen Bab 7” atau “Materi Mikroekonomi sebelum UTS”, atau juga bisa hal yang lebih luas seperti “Neoliberalisasi Pendidikan” atau “Filsafat Plato”. Selain menjadi cara untuk mencari teman baru, teman diskusi juga bisa menjadi cara untuk mendapatkan perspektif baru terhadap sebuah masalah dan memperdalam pengertian terhadap sebuah materi.
Yang terakhir adalah tersedianya kesempatan bagi semua bagian dari kampus untuk belajar dan berbagi keterampilan yang akan berguna bukan hanya untuk nanti di dunia kerja, namun juga kehidupan secara umum. Keterampilan beragam mulai dari berbicara didepan publik, dasar-dasar presentasi, hingga tata tulis akademis.
Penutup
Tren perkembangan teknologi dari analog ke digital sudah terjadi pada banyak aspek kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran online berkembang dengan pesat dan dengan adanya Covid-19 ini semakin banyak insentif bagi berbagai pihak untuk menciptakan sistem yang bekerja. Apabila perguruan tinggi ingin tetap relevan seiring perkembangan zaman, kampus perlu memperkuat apa yang menjadi kekuatannya dan beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Tentu saja ide di atas bukanlah satu-satunya cara agar kampus tetap relevan seiring perkembangan zaman namun bencana Covid-19 ini bisa menjadi momentum agar kampus dapat mengubah diri agar tidak hancur tertabrak ombak perubahan. Karena cepat atau lambat, ombak tersebut akan datang.
Editor : M Daffa Nurfauzan, Rama Vandika Daniswara, Miftah Rasheed Amir
Illustrator : Fadhli Rahman
Referensi
↵1 | Rowan, R. and Feenberg, A. (1983). Building a Global Network: The WBSI Experience. Global Networks: Computerizing the International Community, MIT Press, pp.185–197. |
---|---|
↵2 | Ed.gov. (2015). The NCES Fast Facts Tool provides quick answers to many education questions (National Center for Education Statistics). [online] Available at: https://nces.ed.gov/fastfacts/display.asp?id=80. |
↵3 | Radford, A.W. and Weko, T. (2011). Learning at a Distance: Undergraduate Enrollment in Distance Education Courses and Degree Programs. U.S. Departments of Education. |
↵4 | https://www.edx.org/about-us |
↵5 | https://online.stanford.edu/about-us/stanford-credentials |
↵6 | https://online-learning.harvard.edu/ |
↵7 | https://www.coursera.org/ |
↵8 | https://www.udemy.com/ |
↵9 | https://www.codecademy.com/ |
↵10 | https://www.khanacademy.org/ |
↵11 | William Moore, J. and Irving Smith, W. (1966). Conditioning and Instrumental Learning: A Program for Self-instruction. New York: McGraw-Hill Book Company, pp.52–61 |
↵12 | Skinner, B.F. (1974). About Behaviorism. |
↵13 | Moore, J. (2013). Methodological behaviorism from the standpoint of a radical behaviorist. The Behavior Analyst, 36(2), pp.197–208. |
↵14 | Blyth, W.A.L., Bloom, B.S. and Krathwohl, D.R. (1966). Taxonomy of Educational Objectives. Handbook I: Cognitive Domain. British Journal of Educational Studies, 14(3), p.119. |
↵15 | Vygotsky, L. (1926). Educational Psychology. Florida: St. Lucie Press. |
↵16 | Dewey, J. (1968). Democracy and education. New York: Free Press. |
↵17 | Darmawan, I.P. (2016). Pandangan dan Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. |
↵18 | Broida, J. (2012). LEARNER-CENTERED MODEL IS COST-EFFECTIVE. [online] Online Learning Consortium. Available at: http://sloanconsortium.org/effective_practices/learner-centered-model-cost-effective. |
↵19 | Neuhauser, C. (2002). Learning Style and Effectiveness of Online and Face-to-Face Instruction. The American Journal of Distance Education. |
↵20 | B Means, Y Toyama, R Murphy, M Bakia, K Jones, Sri International and United States. Department Of Education (2009). Evaluation of evidence based practices in online learning : a meta analysis and review of online learning studies. Washington D.C.: U.S Department Of Education. |
↵21 | Shachar, M. and Neumann, Y. (2003). Differences Between Traditional and Distance Education Academic Performances: A Meta-Analytic Approach. The International Review of Research in Open and Distributed Learning, 4(2). |
↵22 | Moore, L., Mcgann, Wyrick, Terenzini, Pascarella and Blimling (2006). Effects of Involvement in Clubs and Organizations on the Psychosocial Development of First-Year and Senior College Students. NASPA Journal, [online] 43(1). Available at: https://www.albany.edu/involvement/documents/effects_of_involvement.pdf |
↵23 | Chan, D.K.-S. and Cheng, G.H.-L. (2004). A Comparison of Offline and Online Friendship Qualities at Different Stages of Relationship Development. Journal of Social and Personal Relationships, 21(3), pp.305–320. |
↵24 | iNews.ID. (2020). Survei: 87 Persen Mahasiswa di Indonesia Salah Jurusan. [online] Available at: https://www.inews.id/news/nasional/survei-87-persen-mahasiswa-di-indonesia-salah-jurusan [Accessed 24 Apr. 2020]. |
↵25 | http://www.cnn.com. (n.d.). Employers on online education – CNN.com. [online] Available at: https://edition.cnn.com/2010/LIVING/worklife/03/29/cb.employers.online.education/ [Accessed 24 Apr. 2020]. |
↵26 | (Abel, J.R., Deitz, R. and Su, Y. (2014). Are Recent College Graduates Finding Good Jobs? [online] Available at: https://www.newyorkfed.org/medialibrary/media/research/current_issues/ci20-1.pdf |
↵27 | Watson, J., Brown, N., Beswick, K. and Wright, S. (2001). TEACHER CHANGE IN A CHANGING EDUCATIONAL ENVIRONMENT. |
↵28 | Mulyadi, M. (n.d.). Peran & Fungsi Dosen Penasehat Akademik. [online] Available at: http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Peran-dan-Fungsi-Dosen-Penasehat-Akademik.pdf [Accessed 24 Apr. 2020]. |
Discussion about this post