“Apakah kalian pernah berpikir bahwa kebangkitan negara China di masa kini merupakan sebuah keberuntungan atau akibat dari kebuntungan di masa lalu? Lalu, bagaimanakah proses jatuh bangun yang dialami oleh negara China hingga dapat membuat eksistensinya memiliki pengaruh yang kuat dalam perekonomian global?”
Kebangkitan China sebagai negara adidaya kerap menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Melesatnya pertumbuhan ekonomi China hingga mencapai 4,5% (YoY) di kuartal I pada tahun 2023 mengundang segudang pertanyaan akan sejarah di balik Negara Tirai Bambu ini. Tak heran jika negara China juga dikenal dengan julukan the rise of the dragon. Dalam hal ini, pesatnya pertumbuhan negara China tak terlepas dari jatuh bangun yang dialami di masa lampau akibat munculnya berbagai kebijakan dari presiden yang silih berganti.
Eksistensi negara China dilatarbelakangi oleh berbagai dinasti dan sistem kekaisaran yang pernah memerintah, salah satu diantaranya adalah Dinasti Qing yang menjadi pemerintahan kekaisaran terakhir. Berakhirnya kekaisaran terakhir negara China dipicu oleh seorang anak dari petani kaya raya yang mendukung nasionalisme Tiongkok dan memiliki pandangan anti imperialis bernama Mao Zedong yang kerap dipanggil Mao. Kehadirannya menjadi cikal bakal keruntuhan Dinasti Qing. Putra dari Mao Yichang tersebut lahir pada 26 Desember 1893 di Desa Shaoshan, Provinsi Hunan. Pada umurnya yang ke-17 tahun, ia meninggalkan rumah dan masuk sekolah di Changsha hingga akhirnya bergabung dengan Pasukan Revolusi dan Kuomintang (Partai Nasional)1Ardi Priyatno Utomo, “Biografi Tokoh Dunia: Mao Zedong, Bapak Pendiri Republik Rakyat China,” Kompas, 7 September, 2018, https://internasional.kompas.com/read/2018/09/07/22232021/biografi-tokoh-dunia-mao-zedong-bapak-pendiri-republik-rakyat-china?page=all .
Perjalanan Mao menjadi seorang revolusioner komunis Tiongkok meninggalkan jejak sejarah yang tak terlupakan bagi Negara Tirai Bambu ini. Secara ideologis, ia adalah seorang Marxisme-Leninisme, tetapi dalam hal teori, strategi militer, dan kebijakan politiknya secara kolektif dikenal sebagai Maoisme. Selain itu, ia juga merupakan pendiri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Partai Komunis Tiongkok (PKT), di mana ia menjadi ketua selama Long March2UNIVERSITAS SAINS & TEKNOLOGI KOMPUTER. (n.d.). Mao Zedong. Program Kelas Karyawan (Kuliah Online / Blended) | S1 | Terakreditasi | Universitas STEKOM Semarang. https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Mao_Zedong.
Revolusi China di bawah Tangan Seorang Anak Petani
Karirnya dalam paham komunisme diawali ketika dirinya menjabat sebagai delegasi dewan hingga eksekutif partai komunis cabang Shanghai dan diperkuat dengan peristiwa pada September 1927 di mana Mao memimpin pasukan petani melawan Kuomintang, partai nasionalis China. Dalam konflik tersebut, Mao berhasil mempersuasi rakyat sipil bahwa komunis berhasil meminimalisir pemusnahan yang dilakukan Kuomintang hingga akhirnya Mao diangkat menjadi pemimpin militer. Mao juga turut berpartisipasi dalam pendirian Republik Soviet China pada November 1931 yang menyatukan daerah-daerah di Tiongkok beraliran komunis.
Perang saudara ini sempat redam ketika terjadi konflik dengan Jepang pada 1937-1945. Setelah daerah Tiongkok aman dari invasi pihak luar, perang saudara antara Partai Komunis Tiongkok dan Partai Nasionalis Kuomintang berlanjut. Pada 21 Januari 1949, pasukan Mao pun memenangkan perang sipil tersebut dengan bantuan Soviet dan Mao pun mengumumkan berdirinya Republik Rakyat China pada 1 Oktober 1949. Sejak berdirinya Republik Rakyat China, terbentuklah negara Republik Rakyat China dan Partai Komunis China. Aksinya berhasil mengundang simpati masyarakat dan ia pun menjadi presiden Tiongkok pada September 1954.
Kemajuan Negeri Tirai Bambu akibat Komunisme
Pada masa kepemimpinan Mao Zedong, paham komunisme sangat mendominasi negara China, bahkan ia dikenal dengan slogannya, yaitu “Sama rata, sama rasa.” Mulai saat itu, ia melarang penggunaan mata uang asing dan juga mengeluarkan mata uang renminbi (RMB) untuk mengendalikan inflasi. Selain itu, ia juga menginisiasi terjadinya Reformasi Agraria untuk menghapuskan tuan tanah dan membaginya secara merata kepada petani.
China juga mulai mengembangkan teknologi nuklir dan antariksa yang dikenal dengan Liǎngdàn Yīxīng atau ”Dua Bom Satu Satelit”3Kris Mada, “Lompatan Teknologi Sang Naga,” Kompas, 6 Juli, 2021, https://www.kompas.id/baca/internasional/2021/07/06/lompatan-teknologi-sang-naga . Uji coba yang dilakukan pada 1960-an tersebut menjadi cikal bakal kemajuan teknologi China yang dikenal dengan “Empat Inovasi Besar”, yaitu penemuan bubuk mesiu (Huǒ yào), teknik pembuatan kertas (Zào zhǐ shù), percetakan (Yìn shuā shù), dan kompas (Zhǐ nán zhēn).
Berbagai penemuan tersebut mendatangkan keuntungan besar bagi China di berbagai bidang. Seperti halnya bubuk mesiu yang merupakan bahan peledak yang dapat membakar dengan sangat cepat dan berfungsi sebagai bahan pendorong pada senjata api. Selain itu, teknik percetakan yang berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia. Selain itu, penemuan kertas yang juga menunjang perekonomian dan budaya umat manusia hingga saat ini karena dapat menyebarkan informasi dari berbagai penjuru dunia melalui secarik kertas. Terakhir, yaitu kompas yang mendukung para penjelajah-penjelajah Eropa mengarungi lautan yang luas untuk menjangkau wilayah lain4H T. (2015, November 1). 4 Penemuan Terbesar Tiongkok; Kertas, Teknik Percetakan, Bubuk Mesiu, Kompas. TIONGHOA.INFO. https://www.tionghoa.info/empat-penemuan-terbesar-tiongkok/.
Berikutnya, Mao juga membuat kebijakan Lima Anti untuk menumpas kejahatan penyuapan, tidak membayar pajak, pencurian uang negara, penipuan kontrak dengan pemerintah, dan pencurian informasi ekonomi negara5Wahyu Oktasari, Skripsi:”Peran Mao Zedong Dalam Perekonomian China Tahun 1949-1960” (Yogyakarta: PGRI, 2016), Hal. 8.. Di samping itu, ia juga membuat berbagai kebijakan yang cukup memberikan dampak positif bagi negara China saat itu, seperti kebijakan sentralisasi pajak yang meningkatkan pendapatan pemerintah dan Repelita I yang meningkatkan Pendapatan Nasional Kotor (PNB).
Petaka Kerakusan Mao Zedong
Dari banyaknya kebijakan yang menguntungkan China tersebut terdapat sejumlah kebijakan yang justru membawa China menuju masa kegelapan. Salah satunya yaitu kebijakan Great Leap Forward atau Lompatan Besar ke Depan pada tahun 1958. Kebijakan ini merupakan representasi dari Mao yang sangat ambisius di mana dirinya ingin menjadikan industri China setara dengan negara-negara Barat hanya dalam kurun waktu 15 tahun. Hal tersebut dilakukan dengan memobilisasi seluruh penduduk untuk bekerja siang dan malam dengan menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Namun, salah satu bagian dari kebijakan tersebut yang menyulitkan warga China adalah adanya larangan akan kepemilikan tanah pribadi. Pada tahun 1958, pemerintah merampas tanah-tanah milik petani dan membuatnya komunal untuk meningkatkan produksi pertanian. Ditambah lagi, adanya penerapan metode penanaman baru di mana bibit ditanam 3-5 meter di bawah tanah dengan jarak yang berdekatan untuk memaksimalkan tanah. Selain itu, jutaan petani juga dipekerjakan secara paksa untuk mengembangkan produksi besi dan baja. Ironisnya, ia menyuruh mereka untuk melebur seluruh perabotan besi yang dimilikinya untuk memproduksi besi. Namun, seluruh usaha tersebut sia-sia karena metode penanaman baru benih justru mengalami kegagalan karena tidak dapat tumbuh akibat ruang yang sempit serta peleburan besi tidak membuahkan hasil yang diharapkan.
Penderitaan rakyat pun semakin jelas ketika mereka telah kehilangan sebagian besar harta bendanya terutama lahan pertanian untuk bercocok tanam dan tidak lagi memiliki mata pencaharian yang tetap. Ditambah lagi, perabotan rumah yang hampir habis akibat peleburan untuk produksi besi yang hasilnya ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Puncak dari kegagalan kebijakan tersebut terlihat ketika jutaan warga China menderita kelaparan karena gagal panen akibat penerapan metode penanaman baru yang tidak berhasil.
Kebijakan Great Leap Forward pun dinilai gagal total dan jutaan petani tidak memiliki persediaan benih untuk bercocok tanam. Kegagalan ini menjadi salah satu pengantara terjadinya The Great Chinese Famine atau Three Years of Natural Disaster pada periode 1959-19626Lyzia Nabilla, “The Great Chinese Famine,” 11 Oktober, 2020, https://lyzianabill.medium.com/the-great-chinese-famine-3e1aefe64644. Bencana kelaparan ini merupakan salah satu yang paling mematikan di dunia yang pernah terjadi dan diantaranya disebabkan oleh:
The Great Leap Forward
Adanya larangan kepemilikan tanah pribadi oleh petani sehingga menghambat aktivitas bercocok tanam dan hilangnya pendapatan petani. Alhasil, mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi dipaksa untuk bekerja rodi dengan harapan akan masa depan yang lebih baik.
People’s Commune
Selama The Great Leap Forward, sektor pertanian dikelola oleh Partai Komunis China dan jutaan petani dialihkan untuk bekerja pada tempat produksi besi baja sehingga lahan pertanian yang merupakan sumber pangan menjadi terbengkalai.
Bencana Alam
Pada periode 1959-1962 terjadi banjir dari Yellow River yang berdampak pada wilayah Henan dan Shandong. Sayangnya, banjir ini mengakibatkan mobilisasi jutaan petani menjadi tim penyelamat sehingga banyak hasil panen yang membusuk dan persediaan makanan pun tergerus.
“Kami akhirnya memutuskan untuk meninggalkan RRT dan memutuskan untuk menetap di Indonesia karena kondisinya yang sangat tidak memungkinkan, kami kelaparan dan persediaan makanan sangat sedikit, situasi politik pun semakin kacau balau. Jutaan rakyat RRT sangat menderita saat itu.”
(Inisial : KFK, salah satu warga Tiongkok yang berhasil meninggalkan RRT dan menetap di Indonesia bersama suaminya, tepatnya di Kota Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur)
Kembalinya Harapan China pada Masa Globalisasi Deng Xiaoping
Keterpurukan yang dialami negara China pada masa kepemimpinan Mao Zedong akibat isolasi dari keterbukaan terhadap dunia luar membuatnya seolah tenggelam dalam kancah internasional7Mohammad Irham, Skripsi: “Isu Polusi Lingkungan China Dalam Hubungan China-Jepang: Perspektif Human Security (2001-2008)” (Jakarta, UI, 2009), Hal. 1.. Kegagalan kebijakan tersebut menimbulkan berbagai kecaman terhadap Mao Zedong hingga akhirnya ia pun mundur dari jabatannya. Tak lama setelah itu, ia digantikan oleh Deng Xiaoping dan peristiwa inilah yang menjadi tonggak awal kebangkitan China. Pada masa kepemimpinan Deng Xiaoping, ia secara bertahap mulai membuka China terhadap persaingan dengan dunia luar, bahkan ia juga melakukan reformasi ideologi dari komunisme menjadi sistem ekonomi pasar sosialis. Aksinya diawali dengan lahirnya sebuah reformasi ekonomi dan keterbukaan atau yang lebih dikenal dengan Gaige Kaifang pada tahun 1978. Perubahan tersebut berencana untuk berfokus pada 4 pilar utama yang kerap disebut sebagai “The Four Modernization” yang di dalamnya meliputi modernisasi di bidang industri, pertanian, teknologi, dan pertahanan8Bunga Fitria Banun, Skripsi: “Dinamika Hubungan Diplomatik China-Jepang Pasca Modernisasi Militer China” (Malang, UMM, 2017), Hal.1.. Dalam hal ini, para petani masih bertanggungjawab atas tanah negara, tetapi dapat lebih fleksibel dalam memilih komoditas pertanian yang sesuai dengan kondisi alam sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi alam dan tidak dipersulit oleh urusan birokrasi yang sempat terpusat pada era Mao Zedong. Sejumlah kebijakan pun dicanangkan oleh Deng Xiaoping untuk merealisasikan The Four Modernization, diantaranya adalah:
Transisi Pola Industri
Mengubah pola industri yang tadinya memiliki porsi yang lebih besar kepada industri berat menjadi pertanian dan industri ringan. Sasaran utamanya tetap pada industri berat, tetapi industri tersebut merupakan pendukung sektor pertanian9Nur Fajar, Wahyudin, Arief H, Rahayu P, “Kebangkitan Tiongkok Sebagai Raksasa Baru Dunia Tahun 1976-2013,” (Jakarta, 2022), Hal. 22-24.. Dalam hal ini, ia juga memberikan prioritas kepada UKM.
Sistem Tanggung Jawab Keluarga di Bidang Pertanian
Sistem ini menyatakan bahwa hasil kelebihan produksi setelah pembayaran kontrak kepada negara dapat dijual kepada pasar bebas. Kebijakan ini terbukti meningkatkan pembangunan di desa dan kota secara pesat.
Modernisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Modernisasi iptek dilakukan dengan memperluas materi kurikulum sekolah melalui penambahan berbagai disiplin keilmuan penghafalan doktrin Maoisme serta pembukaan kembali sistem ujian masuk sekolah dan universitas.
Politik Pintu Terbuka
Hal ini dilakukan dengan tujuan menarik investor asing sehingga terdapat 4 wilayah yang dijadikan sebagai kawasan ekonomi khusus, yaitu Shenzhen, Zhuhai, Shantou, dan Xiamen.
Satu Negara, Dua Sistem
Terdapat 2 sistem dalam negara China, yaitu kapitalisme dan sosialisme. Sosialisme dikembangkan dengan unsur modernisasi di bidang pertanian, industri, dan iptek. Sedangkan, kapitalisme lebih ditekankan dalam bidang ekonomi.
Berbagai kebijakan pada masa kepemimpinan Deng Xiaoping nyatanya cukup berdampak signifikan terhadap perekonomian negara China. Hal ini dibuktikan dengan adanya rata-rata pertumbuhan ekonomi yang saat itu mencapai 9% setiap tahunnya dan pendapatan per kapita penduduk China yang juga meningkat. Di samping itu, hubungan dengan luar negeri, terutama Amerika Serikat, semakin terbuka. Perubahan signifikan yang dilakukannya bagi China mendapatkan apresiasi dari masyarakat, bahkan ia dikenal sebagai Bapak Ekonomi China yang berpengaruh.
Gambar 1: Grafik pendapatan per kapita di China tahun 1985-2022
Terlepas dari segala prestasi Deng Xiaoping dalam reformasi China, dirinya juga pernah mendapat kritik internasional akibat sikapnya yang mendukung penggunaan kekuatan militer dalam menangani demonstrasi yang terjadi di Tiananmen hingga menimbulkan ratusan korban jiwa. Usai memimpin negara China selama puluhan tahun, ia pun akhirnya mengundurkan diri dari jabatan terakhirnya sebagai Ketua Komisi Militer Pusat pada November 1989. Namun, ia tetap mempertahankan otoritas tertinggi dan terus berpartisipasi dalam penetapan kebijakan di China saat pensiun. Pada tahun 1994, kesehatan Deng Xiaoping memburuk akibat komplikasi penyakit parkinson dan infeksi paru. Partisipasinya dalam pengambilan keputusan di China pun semakin memudar hingga akhirnya ia meninggal pada tahun 1997 dan sejak saat itu presiden pun mengalami pergantian secara berkala.
Uniknya, selama puluhan tahun menduduki berbagai jabatan dalam pemerintahan China, Deng Xiaoping tidak pernah menjabat sebagai presiden, tetapi ia selalu terlibat dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan di China. Bahkan, ia juga sangat dikenal oleh warga China akan prestasinya dalam melakukan reformasi besar-besaran.
“Inovasi merupakan Kunci” – Hu Jintao
Pada tahun 2003, Hu Jintao memulai jabatannya sebagai presiden China. Ia meneruskan sistem ekonomi pasar sosialis yang dicetuskan oleh Deng Xiaoping dan kebijakan Jiang Zemin selaku presiden China sebelum Hu Jintao menjabat yang bernama WDS (Western Development Strategy) untuk memeratakan pembangunan di bagian barat Tiongkok. Saat itu, ia juga mengembangkan sebuah konsep yang menjadi ciri khasnya, yaitu Pengembangan Ilmu Pengetahuan yang menjadikan rakyatnya sebagai fokus utama dalam pengembangan dan kemajuan China. Selain itu, ia juga menekankan bahwa inovasi merupakan kunci daya saing suatu negara karena negara yang mampu bersaing dalam kancah persaingan global adalah mereka yang mampu mengembangkan iptek dengan inovasi tinggi. Adapun terdapat sejumlah upaya yang dilakukan oleh Hu Jintao dalam meningkatkan hubungan dengan luar negeri, yaitu membentuk:
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)
Pembentukan ACFTA disepakati pada tahun 2002 dan mulai diterapkan pada 2010 dalam rangka meningkatkan perdagangan dan mewujudkan kawasan perdagangan bebas antar negara ASEAN dan China dengan meminimalisir berbagai hambatan dalam kerja sama perdagangan.
BRICS (Brazil, India, China, South Africa)
Dibentuk pada tahun 2009, BRICS memiliki tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta kerja sama politik yang saling menguntungkan. Salah satu bentuk kerja sama BRICS yang paling menonjol adalah pembentukan New Development Bank (NDB).
Kebijakan yang dicanangkan oleh Hu Jintao juga memberikan dampak positif bagi perekonomian China, bahkan China juga sukses meluncurkan roketnya sendiri ke angkasa dan mampu mengirimkan astronotnya, menyusul jejak Amerika Serikat dan Rusia. Selain itu, ratusan kampus baru dibuka dengan jumlah lulusan pada tahun 2016 mencapai 4,1 juta orang. Perkembangan negara China yang positif inilah yang membawanya menuju ‘Kebangkitan China Sebagai Cahaya Asia’.
Kinerja Hu Jintao sebagai kepala negara yang dikenal moderat dan progresif patut diacungi jempol, reformasi yang dilakukannya mampu membawa China melakukan ekspansi ke luar negeri, terutama negara-negara berkembang. Hal ini pun terlihat ketika eksistensi China dalam perekonomian global semakin diakui dan dinilai berpengaruh kuat terhadap negara-negara lainnya di wilayah Asia Tenggara.
Program Jalur Sutra Belt and Road Initiative (BRI)
Pada tahun 2013, era kepemimpinan Xi Jinping dimulai, ia mengemukakan pendapatnya mengenai Silk Road Economic Belt dan 21st Century Maritime Silk Road yang mencari cikal bakal terbentuknya Belt and Road Initiative (BRI).
Program ini dicanangkan oleh Xi Jinping agar China dapat bersaing dalam perekonomian global. Hal ini dikarenakan program tersebut bertujuan untuk meminimalisir ketimpangan pembangunan dengan menghubungkan provinsi-provinsi China yang kurang berkembang dengan negara lain agar dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di provinsi tersebut. Selain itu, BRI juga akan membantu China dalam memperluas pangsa pasar untuk barang domestik agar dapat meningkatkan PDB. Dalam hal ini, BRI berupaya untuk menghubungkan China dengan Asia Tengah, Asia Selatan, Rusia, Eropa, Afrika Utara, Asia Barat Daya, dan bagian utara negara-negara Afrika sub-Sahara dengan mengacu pada jalur sutra yang merupakan jalur perdagangan internasional kuno dari peradaban China yang menghubungkan wilayah Barat, Timur Tengah, dan Timur. Di samping itu, China’s Maritime Silk Road Initiative (MSRI) dan Silk Road Economic Belt (SREB) menjadi dua agenda yang saling terkoneksi dalam program BRI10Ismah Rustam, “ Strategi Maritime Silk Road China dan Dampaknya Pada Keamanan Maritim Indonesia,” (NTB, Universitas Mataram, 2020) , Hal. 32..
Gambar 2: Peta Program ‘Belt and Road’ China
Program ini nyatanya memberikan dampak positif yang cukup signifikan bagi perekonomian China di masa kini. Hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan jumlah penanaman modal asing (Foreign Direct Investment atau FDI) di China yang cukup stabil dalam 10 tahun terakhir, bahkan China dinobatkan sebagai negara dengan jumlah FDI tertinggi di dunia melampaui Amerika Serikat. Pertumbuhan yang positif tersebut tentunya juga berdampak pada kenaikan PDB negara China yang terus mengalami peningkatan sejak tahun 2016 hingga 2022.
Gambar 3: Grafik GDP di China tahun 2000-2022
Kesimpulan
Kebangkitan China sebagai negara adidaya dalam perekonomian global nyatanya merupakan buah dari hasil perjuangan warga Tiongkok dan pemimpinnya selama bertahun-tahun. Berbagai kebijakan yang telah diimplementasikan pun tak terlepas dari trial and error yang terjadi, seperti halnya The Great Leap Forward gagasan Mao Zedong yang tercatat dalam sejarah China karena kegagalannya justru mendatangkan bencana kelaparan terbesar saat itu. Namun, berbagai keterpurukan yang terjadi dalam era kepemimpinan Mao Zedong seolah menjadi pembuka jalan bagi segudang inovasi warga China hingga akhirnya reformasi tersebut diinisiasikan oleh Deng Xiaoping yang terus berlanjut hingga saat ini di bawah kepemimpinan Xi Jinping.
Melesatnya pertumbuhan ekonomi China berhasil membuat negara-negara Barat heran akan rahasia di balik kesuksesan Negara Tirai Bambu ini. Tak hanya itu, China juga memegang peranan penting dalam kegiatan perdagangan dan bisnis global di mana reputasinya berhasil menyaingi Amerika Serikat. Maka dari itu, perjalanan negara China sebagai raksasa dunia telah menunjukkan bahwa infrastruktur, industri, iptek, dan keterbukaan menjadi kunci dalam kemajuan suatu bangsa dan negara.
[Ilustrasi Gambar] oleh Yasmine Nathifa Zahira
Editor: Dhia Rana Nugraha dan Jeni Rima Puspita
Referensi
↵1 | Ardi Priyatno Utomo, “Biografi Tokoh Dunia: Mao Zedong, Bapak Pendiri Republik Rakyat China,” Kompas, 7 September, 2018, https://internasional.kompas.com/read/2018/09/07/22232021/biografi-tokoh-dunia-mao-zedong-bapak-pendiri-republik-rakyat-china?page=all |
---|---|
↵2 | UNIVERSITAS SAINS & TEKNOLOGI KOMPUTER. (n.d.). Mao Zedong. Program Kelas Karyawan (Kuliah Online / Blended) | S1 | Terakreditasi | Universitas STEKOM Semarang. https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Mao_Zedong |
↵3 | Kris Mada, “Lompatan Teknologi Sang Naga,” Kompas, 6 Juli, 2021, https://www.kompas.id/baca/internasional/2021/07/06/lompatan-teknologi-sang-naga |
↵4 | H T. (2015, November 1). 4 Penemuan Terbesar Tiongkok; Kertas, Teknik Percetakan, Bubuk Mesiu, Kompas. TIONGHOA.INFO. https://www.tionghoa.info/empat-penemuan-terbesar-tiongkok/ |
↵5 | Wahyu Oktasari, Skripsi:”Peran Mao Zedong Dalam Perekonomian China Tahun 1949-1960” (Yogyakarta: PGRI, 2016), Hal. 8. |
↵6 | Lyzia Nabilla, “The Great Chinese Famine,” 11 Oktober, 2020, https://lyzianabill.medium.com/the-great-chinese-famine-3e1aefe64644 |
↵7 | Mohammad Irham, Skripsi: “Isu Polusi Lingkungan China Dalam Hubungan China-Jepang: Perspektif Human Security (2001-2008)” (Jakarta, UI, 2009), Hal. 1. |
↵8 | Bunga Fitria Banun, Skripsi: “Dinamika Hubungan Diplomatik China-Jepang Pasca Modernisasi Militer China” (Malang, UMM, 2017), Hal.1. |
↵9 | Nur Fajar, Wahyudin, Arief H, Rahayu P, “Kebangkitan Tiongkok Sebagai Raksasa Baru Dunia Tahun 1976-2013,” (Jakarta, 2022), Hal. 22-24. |
↵10 | Ismah Rustam, “ Strategi Maritime Silk Road China dan Dampaknya Pada Keamanan Maritim Indonesia,” (NTB, Universitas Mataram, 2020) , Hal. 32. |
Discussion about this post