Dijadwalkan untuk dimulai pada Rabu, 26 September 2018 pukul 17:00, Diskusi Taman Lingkar (Distamling) sebagai salah satu program kerja divisi kajian Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) Eka Prasetya dibatalkan. Mengangkat tema “Marxisme Abad 21: Aplikasi Ideologi Marxisme di Era Ini”, pihak Rektorat melakukan intervensi sehingga Distamling dibubarkan. Isu kebangkitan komunisme yang tergolong sensitif di Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa Rektorat turun tangan.
Direktur Kemahasiswaan UI, Arman Nefi, mengatakan terdapat tiga alasan pembatalan Distamling oleh Rektorat, yakni prosedur perizinan Distamling, tema yang sensitif, dan publikasi yang memuat lambang palu arit. “Topik-topik seperti itu harusnya di ruang tertutup, terbatas, nggak dipublikasi, silakan. Itu kan pemikiran, yang (tergolong sebagai) kebebasan akademik. Itu lambang palu arit, lambang PKI, resmi dilarang di Indonesia.” ujar Arman
Kepala Sub Direktorat Kegiatan Penalaran Mahasiswa UI (Kasubdit Penalaran), Ing Mohammad Aditya, menambahkan bahwa prosedur yang ditetapkan pihak Rektorat dibuat untuk kebaikan bersama. Publikasi Distamling yang memuat lambang palu arit beserta logo Universitas Indonesia membuat pihak Rektorat mengecek perizinan Distamling. Setelah ditelusuri, pihak KSM ternyata tidak mengajukan perizinan kepada Rektorat.
Naufal Maulana, Ketua Umum KSM Eka Prasetya UI 2018, menjelaskan bahwa latar belakang dari pemilihan tema yakni ingin mencerdaskan dan menyelenggarakan diskusi ilmiah tanpa tendensi apapun. Ia menambahkan bahwa tema ini diangkat karena seseuai dengan momentum yang berdekatan dengan Peringatan Peristiwa G30S/PKI. “Kita pengen mengedukasi terutama mahasiswa UI dulu bahwa jangan sampai gara-gara stigma itu, kita tidak mempelajari teori ini (Marxisme). Kita harus mempelajari semua hal dan kita harus bisa melihat dari sisi baiknya juga. Jangan sampai kita malah terkekang pikirannya gara-gara stigma. Itu tujuan dilaksanakannya.” terang Naufal.
Naufal menuturkan bola salju pembubaran Distamling dimulai ketika media sosial KSM melakukan publikasi Distamling pada Selasa, 25 September, sekitar pukul 19.00. Pada pagi hari, ia mendapat telepon dari Kasubdit Penalaran bahwa keberlangsungan Distamling tidak mendapat izin dari Rektorat.
Dibantu oleh Berly Martawardaya, selaku Pembina KSM, negosiasi antara KSM dengan Rektorat berjalan alot. KSM tak lantas menyerah dan berusaha tetap menjalankan acara dengan mengganti logo palu dan arit yang ada pada publikasi. Meski begitu, pihak Rektorat tetap bersikukuh untuk membatalkan Distamling. Pihak Rektorat menegaskan akan memberikan sanksi yang meliputi pembekuan operasional KSM, penghentian aliran dana dari Rektorat, hingga pencabutan status KSM sebagai UKM.
Di akhir wawancara, Naufal tidak menutup kemungkinan akan dilaksanakannya kegiatan diskusi dengan tema serupa di kemudian hari. Pihak KSM telah menerima tawaran kerjasama dari beberapa lembaga bantuan hukum untuk menyelenggarakan kegiatan diskusi di luar UI. “Kita masih mempertimbangkan itu semua jadi sekarang apa yang gue sampaikan kemungkinan masih ada” pungkas Naufal.
Kontributor : Fadhil Ramadhan, Philippus Susanto, Adela Pravita Sari
Editor: Emily Sakina Azra, Pieter Hans
Discussion about this post