Latar Belakang
Sektor industri sudah menjadi penopang utama perekonomian Indonesia sejak dulu. Sejak tahun 1960-an, kepulauan Indonesia sudah bertransformasi dari sektor pertanian menjadi sektor manufaktur. Sebagai contoh, industri manufaktur tekstil memegang peran penting dalam ekspor Indonesia. Dari tahun 2010 sampai 2020, ekspor garmen Indonesia mencapai 26,5 miliar dolar. Produk besi yang menjadi tulang punggung manufaktur modern juga menjadi salah satu komoditas ekspor dominan dari Indonesia.
Rupanya, kontribusi sektor manufaktur yang besar terhadap perekonomian suatu negara bukan hanya terjadi di Indonesia. Menurut data dari World Bank, kenaikan 10% pada sektor manufaktur secara rata rata berkontribusi pada 2% kenaikan GDP per kapitanya. Di beberapa negara, efek penggandanya bisa lebih besar. Sebagai contoh, di China, kenaikan 10% pada sektor manufaktur secara rata rata berkontribusi pada 40% kenaikan GDP per kapitanya.
Sementara di Indonesia, dengan merujuk pada data United Nations Statistic Division pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor manufaktur Indonesia mampu berkontribusi hingga 22 persen PDB. Angka ini tentunya jauh di atas rata-rata negara lainnya, yaitu 17%.
Besarnya persentase kontribusi sektor manufaktur pada perekonomian suatu negara terjadi karena sektor manufaktur cepat menyerap tenaga kerja dan menstimulasi perkembangan teknologi. Teknologi berkembang disebabkan oleh upaya setiap pemain di sektor manufaktur untuk menambah nilai jual dari produknya. Lalu, apakah Indonesia sudah mengoptimasi potensi tersebut?
Kebijakan Era Jokowi
Pada era Jokowi, pertumbuhan sektor manufaktur mengalami fluktuasi. PDB industri pengolahan non-migas tumbuh 4,70 persen pada periode pertama (2014-2019), namun melambat menjadi 2,10 persen pada periode kedua (2019-2024). Secara umum, proporsi ekspor industri pengolahan lebih tinggi pada era Jokowi dibandingkan era pemerintahan sebelumnya. Proporsi ekspor industri pengolahan pada periode pertama sebesar 44,40 persen, dan meningkat menjadi 45,80 persen pada periode kedua. Rata-rata nilai kontribusi ekspor sektor manufaktur pada era Jokowi mencapai 75 persen dari total ekspor nasional per tahun. Realisasi investasi sektor industri manufaktur pada periode pertama juga cukup besar, yaitu mencapai Rp1.280 Triliun dengan nilai rata-rata investasi tahunan sebesar Rp250 Triliun.
Pemerintahan era Jokowi melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan sektor manufaktur, antara lain dengan fokus pada tiga tuntutan industri global, yaitu perubahan teknologi, pembangunan industri hijau, dan peningkatan pasar di sektor industri halal. Untuk menjawab tuntutan pertama mengenai teknologi, pemerintah melakukan program Making Indonesia 4.0. Kebijakan Making Indonesia 4.0 bertujuan untuk mempercepat pembangunan industri memasuki era industri 4.0. Penerapan industri 4.0 akan mendorong revitalisasi sektor manufaktur agar lebih efisien dan menghasilkan produk berkualitas.
Kebijakan pembangunan industri hijau bertujuan untuk mewujudkan industri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pemerintah telah menetapkan tujuh aspek standar industri hijau, yaitu bahan baku, energi, air, emisi gas rumah kaca, proses produksi, produk, pengelolaan limbah, dan manajemen pengusahaan. Kebijakan peningkatan peluang pasar dan investasi di sektor industri halal bertujuan untuk memanfaatkan potensi pasar industri halal yang besar. Potensi pasar industri halal pada tahun 2023 diperkirakan sebesar USD 3 Triliun.
Namun, segala kebijakan ini belum bisa optimal memperbesar proporsi sektor manufaktur di Indonesia. Saat ini, proporsi sektor manufaktur di Indonesia turun dari 20,5% menjadi 18,25%. Indonesia perlu bergegas karena jika dibandingkan dengan Thailand (27%) dan Malaysia (23,6%), Indonesia masih jauh tertinggal. Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?
Masalah yang Muncul dan Evaluasi Pembangunan Logistik
Sektor manufaktur Indonesia sedang mengalami beberapa runtutan masalah. Salah satu hal yang sering disoroti adalah sisi logistiknya. Logistik adalah proses manajemen perpindahan barang. Proses perpindahan barang harus dilakukan seefisien mungkin agar proses produksi tidak terhambat. Menurut data dari world bank, performa logistik Indonesia turun 17 ranking, dari ranking 46 ke ranking 63 dari 139 negara. Di antara negara-negara ASEAN, Singapura menduduki peringkat LPI 2023 tertinggi . Lalu selanjutnya disusul Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Philippines (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Cambodia (116), dan Lao PDR (82). LPI 2023 ini tidak mencakup Brunei dan Myanmar yang pada 2018 berada di peringkat 80 dan 137.
LPI Indonesia anjlok 17 peringkat dari peringkat 46 (2018) menjadi 63 (2023) dengan penurunan skor dari 3,15 menjadi 3,0. Analisis SCI menunjukkan dari enam dimensi LPI Indonesia 2018 dan 2023, yang mengalami kenaikan adalah Customs (dari 2,7 menjadi 2,8) dan Infrastructure (dari 2,895 menjadi 2,9). Dari empat dimensi yang mengalami penurunan, penurunan terbesar pada dimensi Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9).
Dimensi Timeliness didefinisikan dalam LPI sebagai frekuensi pengiriman yang mencapai penerima dalam waktu pengiriman yang sudah dijadwalkan. Masalah ini biasa terjadi saat waktu yang dibutuhkan oleh peti kemas (container) sejak dibongkar dari kapal hingga meninggalkan pelabuhan (yang biasa disebut sebagai dwelling time) memakan waktu lebih lama dari yang sudah dijadwalkan. Penurunan skor timeliness Indonesia diduga disebabkan oleh adanya disrupsi rantai pasok yang terjadi pasca pandemi Covid-19 dan keadaan geopolitik dunia yang tidak stabil.
Sementara itu, Tracking & Tracing berkaitan dengan kemampuan untuk melacak kiriman. Di Indonesia, kemampuan melacak kiriman masih tergolong rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang belum memadai. Kurangnya stimulus kebijakan serta rendahnya efisiensi kelembagaan yang terpadu juga mempengaruhi hal ini.
Lalu, isu International Shipments berkaitan dengan kemudahan mengatur dan mengelola harga pengiriman internasional yang kompetitif. Rendahnya nilai Indonesia untuk dimensi ini, menunjukkan harga pengiriman internasional Indonesia masih kurang kompetitif jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang memiliki skor 3,7.
Penurunan paling signifikan dari sektor logistik Indonesia adalah bagian Tracking & Tracing-nya, yang mana harusnya sudah mumpuni dilakukan dengan adanya teknologi saat ini. Namun, karena adanya ketidakmerataan pengawasan dan keamanan dari pelabuhan dan bandara yang ada, skor Indonesia untuk Tracking-nya masih rendah.
Kurangnya pengawasan logistik pada beberapa wilayah menyebabkan importasi ilegal banyak terjadi. Sangkin maraknya terjadi, Pak Presiden, pada pertemuannya dengan kementerian pada tahun 2015, membahas penyebab impor ilegal ini. Sejauh diskusi, ia menyinggung tentang tiga penyebab krusial maraknya impor ilegal, yaitu disparitas harga yang tinggi, kebijakan perdagangan yang terlalu ketat, atau kurangnya pengawasan. Hal yang sering dilakukan adalah pemalsuan jumlah yang ditulis dalam kertas administrasi. Dengan begitu, pada pertemuan itu, diputuskan bahwa penggunaan database terintegrasi antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Direktorat Jenderal Pajak
Selain masalah kurangnya pengawasan dalam Tracking, proses logistik di Indonesia juga menurun karena ada penurunan pada indeks Logistics Competence and Quality. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan biaya logistik. Kenaikan biaya logistik ini menurunkan kompetensi logistik Indonesia dalam persaingan dunia. Pada kuartal pertama tahun 2021, biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di negara-negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia yang hanya mencapai 13% dari PDB.
Biaya yang tinggi ini terjadi karena adanya ketidakmerataan infrastruktur konektivitas di Indonesia. Dalam banyak kasus, kapal yang mengirimkan barang ke Indonesia timur muatannya penuh. Namun, ketika kembali ke Indonesia barat (misalnya) ke Jakarta belum tentu muatannya penuh karena di Indonesia timur atau di daerah tujuannya belum ada hasil-hasil produksi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau oleh pasar di daerah Indonesia barat. Kondisi ini akan meningkatkan biaya logistik yang harusnya bisa untuk mengirimkan dua kali kapasitas yang dibutuhkan. Inilah tantangan Indonesia untuk meminimalisasi beban logistik di Indonesia. Hal ini penting karena tingginya biaya logistik menjadi beban tersendiri khususnya bagi industri manufaktur. Hal tersebut akan mempengaruhi daya saing industri dalam memproduksi barang atau jasa dan berdampak pada performa kinerja ekonomi secara makro.
Masalah masalah logistik ini perlu dibenahi karena logistik yang terhambat akan ikut menghambat proses produksi dan distribusi di Indonesia. Proses logistik yang terhambat juga akan menutup potensi pasar yang ada di Indonesia. Sebagai contoh banyak masyarakat di Jawa yang suka makanan otentik dari Kalimantan dan Papua, tetapi karena proses logistik yang susah, mereka tidak jadi mau membelinya karena biayanya yang mahal. Alasan lainnya adalah skor LPI tidak hanya dapat menggambarkan kinerja logistik suatu negara, tetapi juga dapat menjadi salah satu pertimbangan investor untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
Analisis Capres-Cawapres 2024 tentang Logistik
Dalam mengatasi permasalahan bidang logistik, masing-masing pasangan calon memiliki pendekatan yang berbeda dalam upayanya menyelesaikan permasalahan yang ada. Gagasan pasangan Anies dan Muhaimin terkait logistik menawarkan solusi komprehensif terhadap permasalahan logistik di Indonesia, seperti kurangnya pengawasan, kenaikan biaya, dan ketidakmerataan infrastruktur konektivitas. Pertama, terkait kurangnya pengawasan logistik, mereka mencanangkan pembangunan sistem informasi logistik terintegrasi, yang dapat meningkatkan pemantauan barang dan jasa secara real-time, memudahkan pemerintah mendeteksi pelanggaran. Kedua, untuk menangani kenaikan biaya logistik, pasangan ini berencana mengembangkan infrastruktur nasional terintegrasi dan fokus pada pembangunan di luar Jawa. Infrastruktur yang terintegrasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses logistik, menekan biaya, dan mendukung daya saing produk Indonesia di wilayah tersebut, memicu permintaan dan menurunkan biaya logistik. Ketiga, untuk mengatasi ketidakmerataan infrastruktur konektivitas, pasangan Anies dan Muhaimin berkomitmen melanjutkan pembangunan di luar Jawa. Ini diharapkan meningkatkan konektivitas antarwilayah di Indonesia, yang dapat menurunkan biaya logistik secara keseluruhan.
Rekomendasi untuk meningkatkan keberhasilan gagasan ini termasuk pengembangan infrastruktur logistik secara terintegrasi dan berkelanjutan, dengan prioritas di daerah yang membutuhkan, serta kerjasama antara pemerintah dan pelaku usaha logistik untuk meningkatkan efisiensi melalui teknologi dan regulasi yang diperbaiki. Dengan implementasi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, gagasan pasangan Anies dan Muhaimin terkait logistik memiliki potensi menjadi solusi efektif bagi tantangan logistik di Indonesia.
Gagasan Prabowo dan Gibran memiliki potensi untuk mengatasi permasalahan, terutama dalam pengembangan infrastruktur logistik. Konsep pembangunan jalan tol, kereta api, dan pelabuhan baru diusulkan sebagai solusi untuk mengurangi disparitas harga dan meningkatkan aksesibilitas barang dan jasa di seluruh Indonesia. Selain itu, peningkatan kapasitas bandara dan pelabuhan juga dianggap dapat membantu mengurangi biaya logistik dan meningkatkan daya saing industri Indonesia. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa gagasan yang diusulkan belum secara spesifik membahas cara mengatasi permasalahan kurangnya pengawasan dalam tracking dan tracing. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih tegas guna meningkatkan pengawasan terhadap impor ilegal.
Gagasan Ganjar dan Mahfud untuk mengintegrasikan peta jalan industri dan logistik memiliki potensi besar dalam meningkatkan pengawasan logistik di Indonesia. Integrasi peta jalan ini akan mempermudah koordinasi antara pemerintah, industri, dan pelaku logistik, sehingga pengawasan terhadap pergerakan barang dan jasa dapat ditingkatkan. Selain itu, upaya untuk mengoptimalkan SLoc dan ALKI sebagai jalur perdagangan internasional yang diusulkan oleh Ganjar dan Mahfud juga berpotensi mengurangi biaya logistik. Kedua jalur ini dianggap lebih efisien dan hemat biaya dibandingkan dengan jalur darat atau jalur udara, memberikan peluang untuk menekan biaya logistik secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, gagasan ini memiliki potensi untuk mengatasi permasalahan logistik di Indonesia. Namun, agar gagasan tersebut dapat menjadi solusi efektif, diperlukan langkah-langkah konkret yang mendetail. Dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri, dan pelaku logistik, akan menjadi kunci keberhasilan implementasi gagasan ini. Dengan sinergi dan kolaborasi yang baik, Ganjar dan Mahfud dapat menciptakan solusi logistik yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.
TKDN
Kementerian Perindustrian mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas industri nasional, serta mengurangi ketergantungan terhadap produk impor. Target capaian TKDN rata-rata pada tahun 2020 adalah 43,3% dan meningkat menjadi 50% pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Perindustrian menargetkan sebanyak 6.000 produk bersertifikat TKDN pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 8.400 produk pada tahun 2024. Saat ini, capaian TKDN pada berbagai sektor industri masih bervariasi. Pada kelompok barang mesin dan peralatan migas, capaian TKDN tertinggi adalah 42,8%. Sementara, capaian TKDN terendah adalah 12,5% pada kelompok barang bahan penunjang. Kementerian Perindustrian akan terus mendorong peningkatan capaian TKDN pada semua sektor industri. Hal ini penting untuk memperkuat struktur industri dalam negeri dan meningkatkan kemandirian ekonomi nasional.
Untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri, pemerintah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD untuk menggunakan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasanya. Regulasi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri. Selain mengeluarkan regulasi, pemerintah juga melakukan pembinaan kepada produsen barang dan jasa untuk meningkatkan TKDN dalam produknya. Pembinaan ini dilakukan untuk membantu produsen memenuhi rencana penggunaan produk dalam negeri. Pemerintah juga menyusun rencana pengembangan peningkatan nilai TKDN atas produk prioritas. Produk yang telah mendapat standar TKDN menjadi prioritas belanja barang dan jasa. Hal ini dilakukan untuk mengurangi impor dan meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Sekjen Kemenperin menjelaskan, produk-produk impor yang sejenis tidak perlu masuk e-katalog jika produk dalam negeri sudah memiliki standar TKDN. Instansi pemerintah dapat memanfaatkan barang di e-katalog dengan bobot TKDN yang sudah sesuai standar.
Larangan bahwa perusahaan swasta asing tidak boleh membawa material atau bahan dasar secara paket dari luar negeri untuk diproduksi di Indonesia sudah jelas tertera dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 54/M-IND/PER/3/2012. Namun, banyak perusahaan yang melanggar larangan tersebut karena adanya deviasi harga yang besar antara harga di Indonesia dan di negara lain. Perusahaan-perusahaan tersebut lebih memilih membayar denda daripada menggunakan sumber daya lokal.
Salah satu sektor yang menjadi sasaran pelanggaran ini adalah pembangkit listrik. Akibatnya, perusahaan Engineering Procurement and Construction (EPC) dalam negeri tidak pernah mendapatkan bagian dalam pengadaan barang proyek pembangkit listrik. Kewenangan yang diserahkan dari pemilik proyek hanya sebatas sebagai konsultan dan penyedia jasa konstruksi, bukan penyedia material pembangkit listrik. Padahal, industri lokal sebenarnya telah mampu menyediakan seluruh material yang dibutuhkan.
Analisis Capres-Cawapres 2024 tentang TKDN
Dalam konteks kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), setiap pasangan calon (paslon) menawarkan pandangan mereka mengenai hilirisasi dan langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan industri. Secara umum, tiap pasangan calon menginginkan untuk meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri dari setiap produksi yang ada. Namun, perlu diperhatikan bahwa evaluasi mendalam diperlukan untuk memahami dampak sebenarnya dari kebijakan ini. Meskipun terlihat sebagai langkah positif dalam mendorong industrialisasi non-fiskal, TKDN sejatinya dapat menimbulkan beban tambahan pada industri lain, seperti industri smartphone, yang kemudian dapat berdampak pada konsumen.
Keberlanjutan TKDN seringkali dihadapkan pada dilema. Meskipun diakui sebagai kebijakan industrialisasi yang bersifat non-fiskal, tetapi dampaknya bisa dirasakan oleh industri lain, misalnya industri smartphone. Akibatnya, beban dari kebijakan TKDN ini dapat mempengaruhi harga produk yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen. Oleh karena itu, perlu adanya kehati-hatian dalam mengevaluasi dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan ini.
Di tengah kompleksitas dampak kebijakan TKDN, diperlukan indikator yang lebih baik untuk dapat menjadi penilaian kinerja industri dan keberhasilan kebijakan dari setiap pasangan calon. Salah satu contoh yang bisa diambil adalah penggunaan revealed comparative advantage (RCA), sebuah indikator yang mampu menunjukkan sejauh mana pangsa pasar suatu produk dari sebuah negara memiliki nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan rerata dunia.
Melalui RCA, kita juga dapat menilai apakah kebijakan yang diambil pemerintah paslon tertentu telah berhasil meningkatkan daya saing industri dalam skala global. Hal ini menjadi penting karena keberhasilan industri tidak hanya diukur dari pertumbuhan domestik, tetapi juga kemampuannya untuk bersaing di pasar internasional. Oleh karena itu, evaluasi yang matang dan menggunakan indikator yang bijak menjadi kunci untuk memastikan bahwa kebijakan TKDN benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Foto oleh TEMPO
Editor: Muhammad Rafly Fadhly Putra
Referensi:
ANTARA. (2022, Juli 27). Sektor manufaktur China tunjukkan potensi pertumbuhan kuat. Retrieved from Antara.com: https://www.antaranews.com/berita/3022097/sektor-manufaktur-china-tunjukkan-potensi-pertumbuhan-kuat
Hendra Wibawa. (2023, November 29). Formulating logistics competitiveness. Retrieved from PWC: https://www.pwc.com/id/en/media-centre/infrastructure-news/november-2023/formulating-logistics-competitiveness.html#:~:text=The%20data%20from%20the%20World,with%20a%20score%20of%203.5.
Irawati. (2023, Agustus 8). INDEF Bandingkan Sektor Manufaktur di Era SBY dan Jokowi, Siapa Pemenangnya? Retrieved from Infobank: https://infobanknews.com/indef-bandingkan-sektor-manufaktur-di-era-sby-dan-jokowi-siapa-pemenangnya/
Kementerian Perindustrian. (2017, Oktober 24). Kontribusi Industri Manufaktur Indonesia Peringkat Keempat Dunia. Retrieved from Pers Kemenperin: https://www.kemenperin.go.id/artikel/18325/Kontribusi-Industri-Manufaktur-Indonesia-Peringkat-Keempat-Dunia
Kementerian Perindustrian. (2020, November 20). Kemenperin Bidik Nilai TKDN Naik Jadi 50 Persen Tahun 2024. Retrieved from Kemenperin: https://kemenperin.go.id/artikel/22132/Kemenperin-Bidik-Nilai-TKDN-Naik-Jadi-50-Persen-Tahun-2024#:~:text=Sehingga%20jika%20sudah%20ada,termasuk%20koperasi%20kecil%20melalui%20kemitraan. Khory. (2023). Indeks Kinerja Logistik RI
Anjlok 17 Peringkat, Singapura Melesat di Urutan PErtama. Retrieved from https://bisnis.tempo.co/read/1718015/indeks-kinerja-logistik-ri-anjlok-17-peringkat-singapura-melesat-di-urutan-pertama
RI, S. K. (2018, Januari 4). Kontribusi Manufaktur Indonesia Tertinggi di ASEAN. Retrieved from Setkab Go.id: https://setkab.go.id/kontribusi-manufaktur-indonesia-tertinggi-di-asean/
Discussion about this post